Review Novel Murder At Shijinso
06:13
Murder At Shijinso
Judul buku: Murder At Shijinso (SHIJINSO NO SATSUJIN)
Penulis: Imamura Masahiro
Terbit: Cetakan pertama, Oktober 2019
Penerbit: Penerbit Haru
Jumlah halaman:412 hlm ; 19 cm
ISBN: 9786237351184
Saya bingung harus mulai dari mana membagi kesan tentang buku Murder At Shijinso. Yang pasti buku ini gila dan penuh kejutan.
Kebiasaan buruk saya ketika memegang buku untuk pertama kali adalah langsung membaca bagian belakang buku. Demikian pula dengan buku ini, sehingga secara tidak sengaja saya bisa menebak siapa pelaku utama kejahatan yang sebenarnya. Walau demikian tidak membuat niat baca saya menurun. Yang ada malah penasaran. Kenapa dia? Alasannya apa?
Ini novel J-Lit kedua yang sempat membuat saya merasa mual ketika membacanya. Sudah bisa ditebak alasannya kenapa, yap karena ada zombie. Bisa dibayangkan bagaimana penampakan zombie dan sadisnya mereka ketika mengeksekusi korban.
Sebelumnya saya sempat menebak-nebak isi novel ini; berjuang melawan zombie. Tidak sepenuhnya salah. Hanya saja disajikan dengan cara berbeda. Bayangkan! Apakah kita masih bisa bernapas lega tinggal di dalam vila yang dikepung zombie? Berlindung di dalam vila agar lolos dari ancaman zombie, tapi di dalam vila justru ada pembunuh sadis. Keluar mati, masuk mati.
Novel ini memang menyajikan bagaimana cerita khas zombie kebanyakan. Tapi, yang membuat beda adalah konflik sebenarnya bukan hanya zombie itu sendiri. Walau sudah tahu siapa pelaku kejahatan gara-gara kebiasaan buruk yang saya tulis di atas, selama membaca saya makin dibuat penasaran bagaimana detektif berhasil mengungkap kedok pelaku.
Suer itu bikin gemes. Disuguhkan fakta A, saya terlempar ke kanan. Disuguhkan fakta B, ganti terlempar ke kiri. Kan gemes! Apalagi tidak menunjukan tanda-tanda bahwa detektif berhasil dengan kerjanya. Karena waktu penyelidikan sangat sempit. Kejar-kejaran sama zombie. Nyatanya, di ending duar banget!
Saya sempat terbawa arus dengan menyetujui pendapat bahwa pelakunya adalah zombie yang masih memiliki otak waras khas manusia. Walau sependek pengetahuan saya nggak ada zombie model begini--tapi dalam novel diceritakan pernah ada zombie model begini dalam sebuah film. Tapi, rasanya janggal kalau zombie bisa nulis surat segala. Secara buat gerak aja badan mereka setengah kaku, jadi susah.
Saya jadi paham kenapa zombie demen gigit orang tapi nggak dimakan sampai habis. Pada beberapa film yang saya tonton juga demikian. Otak mereka didominasi perintah untuk bertahan dan berkembang biak. Mereka menggigit untuk berkembang biak, bukan untuk makan. Serem banget.
Proses membaca buku ini juga cukup lama karena cerita tentang zombie memang selalu membuat saya takut, sekaligus penasaran. Saat membaca buku ini, beberapa kali saya mengalami mimpi buruk. Hiks!
Penulis menggunakan alur maju dan disampaikan dengan tiga sudut pandang yang berbeda. Bagian pertama disampaikan lewat sudut pandang Hamura Yuzuru.
Jujur di bab awal ini saya sempat bingung dan sempat mengira Hamura ini cewek. Padahal udah ada penjelasan di awal-awal tentang rincian karakter. Tapi, tetap saja salah duga. Dan, menurut saya bab awal sedikit membosankan karena berisi debat antara Hamura dan Akechi.
Lalu, pada bab dua di buka dengan cerita yang disuguhkan dari sudut pandang orang ketiga. Trus ada bagian kecil yang disajikan dari tokoh yang tidak bisa ditebak siapa, namun merujuk pada pelaku kejahatan. Saya sempat salah sangka itu merujuk pada pelaku teror yang menciptakan zombie. Tapi, berikutnya baru paham kalau itu pesan kecil yang menunjukkan keberadaan si pembunuh. CMIIW.
Tapi, keseluruhan diceritakan dari sudut pandang Hamura. Penutur cerita adalah Hamura. Uniknya, justru bukan di tokoh utama atau Hamura yang menjadi pemecah kasus. Lha piye tho? Kan udah saya bilang uniknya di situ. Hehehe.
Masih ada sedikit typo dalam buku ini. Tapi, tidak mengganggu sama sekali. Hanya berapa ya... tiga kalau tidak salah hitung.
Buku ini amazing banget! Membuat saya mual, enek, gemes, dan penasaran untuk lanjut baca sampai halaman terakhir. Padahal saya sempat mimpi buruk, tapi sayang banget kalau nggak dilanjut. Rasa penasaran juga termasuk mimpi buruk lho!
Jangan khawatir. Novel ini nggak sepenuhnya tegang kok. Walau berada dalam kepungan zombie, tapi terbawa penuturan Hamura jadi terkesan santai saja. Ya walau ada kalanya tegang sih kayak pas zombie berhasil menerobos pintu pertahanan. Alih-alih tegang, malah penasaran dan penasaran walau udah tahu target pembunuhan siapa aja. Saya penasaran bagaimana caranya korban dieksekusi. Ternyata sadis!
Cara manusia menghadapi zombi adalah refleksi isi hati mereka sendiri. Bagi Shigemoto, mereka adalah sarana memuaskan rasa ingin tahu yang tidak ada habis-habisnya pada misteri. Bagiku mereka semacam pengingat betapa tidak berdayanya manusia kala menghadapi bencana. Di mata Hiruko-san mereka mengingatkan bahwa kondisi dirinya yang unik dapat mengundang ancaman paling berbahaya, sedangangkan bagi Tatsunami, zombi itu ibarat sosok mengerikan yang lahir dari penyakit misterius yang disebut cinta.
..., mereka adalah alat yang memungkinkannya untuk membalaskan dendam masa lalu dengan cara membunuh seseorang dua kali.
Novel ini mengulik lebih dalam tentang sisi tersembunyi dari setiap karakter bernama manusia. Membuat saya menyadari bahwa orang jahat tidak terlahir jahat. Tapi, mereka bisa jadi jahat karena ada pemicunya. Trauma, misalnya. Atau dendam. Masalahnya, tiap individu memiliki cara berbeda dalam mengatasi masalah tersebut. Cara tersendiri yang kadang membuat orang lain menjadi salah paham.
Cerita dikit soal novel ini. Waktu itu saya beli lewar program special offer--kalau tidak salah--dan dapat versi yang ada jaketnya. Sempet kaget waktu buka paket, lho kok sampulnya putih? Padahal saya vote cover warnanya hitam. Ternyata yang putih itu jaketnya. Kekeke.
Seandainya novel ini ada live action-nya, saya tidak akan sanggup menonton. Sungguh cara mengeksekusi korban sangat brutal dan pelaku menikmati setiap momen, detik-detik kematian korban dengan khidmat. Walau hasil tes menunjukkan bahwa saya psikopat, tapi saya tidak sanggup jika harus menonton live action yang akan memvisualisasikan kebrutalan pelaku.
Sekian kesan saya setelah membaca novel Murder At Shijinso. Maaf jika ada salah kata. Maaf jika terlalu spoiler. Semoga bermanfaat dan selamat membaca!
Tempurung kura-kura, 05 Januari 2020.
- Kurayui -
0 komentar