Wisata Ziarah Makam Wali Di Madura
05:54
Wisata Ziarah Makam Wali Di Madura
It's a very very long long journey. Hehehe. Bener-bener perjalanan jauuuh dan panjaaang! Sukses bikin boyok ngilu karena harus duduk 19 jam sekali jalan aja. Jadi PP sekitar 38 jam. Itu satu tujuan aja. Daebak, kan?! Hehehe. Yuk, simak kisah perjalanan kami.
List perjalanan yang di acc setelah Pasuruan adalah Madura. Ini lumayan bikin syok. Suer! Kenapa? Pertama, awal tahun baru aja ke Pasuruan kan. Tetiba tanggal 25 Januari 2020 di acc berangkat ke Madura. Mampus nggak lo! Hehehe. Mampus karena bondonya ya. Kekeke. Alhamdulillah dikasih rezeki bisa berangkat walau nebeng. Kekeke.
Hal pertama yang nyantol di kepala saya begitu mendengar kata Madura adalah panas. Kenapa? Daerah pantai, kan? Pasti panas banget. Sotoy banget ya Kura satu ini. Ternyata pas udah menginjakan kaki di Madura, subhanallah. Tidak begitu panas.
Start dari markas Sarang Clover pukul enam pagi. Karena rute harus ke Pasuruan dahulu, jadi kami sampai di Madura sekitar pukul sepuluh pagi. Alhamdulillah cuacanya itu ya panas, cuman nggak banget. Nggak beda jauh sama Malang kota lah.
Karena udah ada tol, perjalanan pun jadi lebih singkat. Alhamdulillah. Mobil dan sopirnya juga enak banget. Aman dong bagi kaum mabokan macem saya. Hehehe.
Saya sengaja tidak bertanya pada Mbah Google tentang jembatan Suramadu. Tapi sempet kena spoiler Bibi Peri Ungu yang kebetulan ke Madura sehari sebelum jadwal saya. Saat sampai di Jembatan Nasional Suramadu, I can't do something. Kami naik mobil HiAce yang body-nya ndak terlalu tinggi. Jadi susah mau ambil foto atau video karena terhalang pagar pembatas. Terlebih posisi duduk saya ada di barisan keempat, mau ambil bagian ikon jembatan dari dalam mobil pun susah. Jadilah terima nasib mendapat foto dan video yang ya begitulah. Hehehe. Mungkin kalau naik bus beda lagi. Karena posisinya lebih tinggi kan.
Sekejap mata saja sudah sampai di tanah Madura. Subhanallah. Sayang ikon selamat datangnya pun tidak sempat saya abadikan. Kami istirahat sejenak di masjid di daerah Tanah Merah. Saya lupa tidak melihat nama masjidnya apa. Sepertinya masjid tersebut sudah biasa dijadikan tempat singgah. Para pengurus pun sudah terbiasa dengan kehadiran orang-orang asing. Setelah beristirahat selama... setengah jam kalau tidak salah, kami melanjutkan perjalanan. Oya, jika perjalanan dari Malang - Pasuruan - Surabaya - Suramadu lancar jaya. Masuk tanah Madura banyak titik macet.
Tujuan pertama adalah Makam Syekh Yusuf yang lokasinya berada di Sumenep atau yang lebih dikenal dengan Makam Maulana Sayyid Yusuf Bin Ali Bin Abdullah Al Hasan di Sumenep. Katanya, lokasinya paling jauh dan harus menyeberang lagi. Mendengar kata menyeberang, saya takut mabok laut. Terakhir ke Bali, pada penyeberangan malam hari saat berangkat saya mabok. Sepanjang panjang menenangkan diri. Berdoa pada Tuhan agar tidak mabok saat menyeberang nanti.
It's a very very long long journey. Perjalanan yang amat sangat jauh sekali pakek banget! Dari titik kami istirahat itu sekitar sembilan jam. Berasa Malang - Yogya PP. Kekeke.
Meskipun begitu, saya tidak merasa bosan karena sepanjang perjalanan disuguhi pemandangan yang indah. Mulai dari lautan yang membentang biru hingga ladang garam yang luas. Membuat saya teringat pada perjalanan pulang kampung menuju Sendang - Lamongan. Laut, desa garam, dan pohon lontar. Nambahi kangenku soyo gedhi. Heuheuheu.
Selain perjalanan yang amat sangat panjang sekali pakek banget, perjalanan yang penuh halangan dan rintangan ala-ala Kera Sakti yang mengambil kitab suci ke barat. Mulai lebay deh ini kura! Kekeke. Tapi beneran emang perjalanan yang wow banget. Mulai dari aspal yang berasa ndak rata hingga mobil itu goyangnya aje gile. Lalu, dua kali hampir tabrakan karena ulah mobil depan yang ndak aturan. Yang kedua sampai bikin tangan saya sakit karena terbentur kursi depan. Alhamdulillah masih diselamatkan sama Tuhan. Yang ketiga tiba-tiba ada kucing nyebrang, hampir kecelakaan lagi. Ya Allah! Makin ndak bisa tidur dalam perjalanan. Melek sambil terus baca doa agar selamat sampai tujuan. Untung banget sopir kami handal dan santai. Ada halangan disenyumin aja. Ndak emosi. Saya yang justru emosi liat ulah sesama pengguna jalan yang ndak tahu aturan.
Akhirnya kami tiba di Pelabuhan Kalianget. Alhamdulillah. Tapiii mau nyebrang lho! Udah parno aja. Hehehe.
Pelabuhannya kecil, tapi ramai. Mobil kami dihentikan untuk melakukan registrasi masuk pelabuhan. Dapat dua karcis seperti gambar di bawah ini.
Ada kejadian lucu di pintu masuk pelabuhan. Sembari menunggu proses, Pak Sopir ditanya kami rombongan dari mana. Udah dijawab, Malang. Selang beberapa detik ditanya lagi, dari mana. Jawab lagi, dari Malang. Selang beberapa detik, ditanya lagi, dari mana? Kami yang duduk di bangku penumpang kompak tertawa. Karena pertanyaan yang sama diulang beberapa kali.
Saya kira yang menyeberang hanya penumpang saja. Ternyata untuk mobil bisa menyeberang beserta mobilnya. Jadilah kami tetap di dalam mobil saat mobil proses memasuki kapal. Saya menyebutnya kapal, tapi orang-orang menyebutnya tongkang. Selama proses itu saya deg-degan. Suer ngeri. Takut mobil salah gerak dan nyemplung ke laut. Lebay banget ya kura, tapi beneran saya tegang. Setelah mobil berhasil naik tongkang, rasanya lega tiada tara.
Kami pun keluar dari mobil dan naik ke atas, apa sih namanya, dek ya? Pokoknya yang buat penumpang, bagian atas yang ada tempat duduknya. Pemandangannya indah sekali. Subhanallah. Tapi hati masih deg-degan. Takut mabok. Hehehe. Ketika kapal mulai jalan, makin deg-degan. Alhamdulillah penyeberangannya bentar banget. Sekejap mata udah nyampek. Kembali merasa lega tiada tara.
Pengalaman saat menyeberang, mobil kami ditarik tarif sebesar Rp. 60.000,- Waktu balik juga ditarik dengan jumlah yang sama. Jadi PP menyeberang bayar Rp. 60.000,-
Kami tidak tahu tarifnya emang segitu apa gimana. Hanya saja pas narik itu lho, nada bicara bapak-bapaknya agak gimana gitu. Jadi berasa dipalak. Kekeke. Atau emang nada bicara orang Madura asli begitu ya?
Setelah menyeberang kami langsung menuju lokasi makam yang tidak jauh dari pelabuhan. Untuk peziarah yang menggunakan transportasi berupa bus, yang bisa menyeberang hanya penumpang. Untuk ke lokasi makam bisa menggunakan jasa angkutan betor alias becak motor yang banyak berjajar di dekat pelabuhan. Saya ndak tahu tarifnya berapa. Hehehe.
Suasana di makam tidak terlalu rame, tapi tidak sepi banget. Saya lupa tidak memotret gapura masuknya karena udah ribet sama barang bawaan. Hehehe. Tidak ada tarif masuk, tapi peziarah harus melapor. Boleh memberikan sumbangan sesuai kemampuan alias seikhlasnya.
Ada dua mushola yang bisa digunakan untuk sholat. Kami sholat di sana. Kalau wudlu doang gratis, tapi kalau pipis tarifnya Rp. 2.000,- Untuk mandi Rp. 3.000,- Toiletnya bersih dengan air mengalir lancar. Di bagian depan kedua mushola ada pendopo yang bisa digunakan untuk beristirahat. Mungkin dibangun dua mushola untuk memisahkan pria dan wanita, tapi bebas kok. Maksudnya kalau mau berjamaah pria dan wanita bebas. Karena memang rata-rata yang datang adalah rombongan.
Selesai sholat, langsung menuju makam. Alhamdulillah kami mendapat tempat tepat di dalam area makam Syekh Yusuf. Tempatnya teduh. Bisa berada di sana tuh subhanallah banget. Mengingat betapa ajibnya ujian saat perjalanan. Karena sudah mendapat izin, saya pun mengambil foto makam.
Selesai berziarah, kami istirahat untuk makan siang yang sedikit terlambat. Udah sore soalnya. Hehehe. Di sekitar makam ada beberapa penjual, jadi kalau nggak bawa bekal ndak usah takut kelaparan. Kami kebetulan membawa bekal, tapi karena haus luar biasa, saya membeli beberapa botol minuman dingin. Harganya murah lho! Padahal nyebrang laut.
Berkunjung ke Madura khususnya ke makam Syekh Yusuf membuat saya lebih bersyukur tinggal di Malang. Nggak kebayang kalau setiap hari harus nyebrang laut. Waktu ke sana kebetulan ombak tenang banget, gatau sih ya apa biasa gitu atau gimana. Jadi kapalnya pun tenang dan nggak bikin mual. Kalau pas ombaknya gede, nggak kebayang deh kondisi di atas kapal. Heuheuheu.
Makam Syekh Yusuf terletak di Pulau Poteran desa Telango Sumenep. Ustaz yang memimpin rombongan kami menceritakan kisah tentang makam Syekh Yusuf yang berpindah-pindah ketika akan dibangun atap pelindung. Karena itu tidak ada atap pelindung pada makam Syekh Yusuf. Hanya dinaungi sebuah pohon rindang yang konon katanya adalah tongkat milik seorang raja. Tongkat itu ditancapkan sang raja didekat makam dan tumbuh menjadi pohon rindang yang menaungi makam hingga sekarang.
Di dekat pintu ada yang membagikan selebaran berisi kisah Syekh Yusuf. Siapa saja boleh minta dengan memberi sumbangan seikhlasnya. Saya tidak meminta karena ada kehebohan sandal hilang. Alas kaki harus dilepas di pintu masuk makam, jadi untuk keamanan jika sandalnya bagus atau mirip-mirip mending dimasukin kantong plastik dan di pinggirkan. Punya saya alhamdulillah aman. Hehehe.
Parkir di makam Syekh Yusuf tarifnya untuk mobil Rp. 5.000,- Sama seperti di pelabuhan kami ditanya asalnya dari mana. Ketika kami jawab dari Malang, masnya nanya apa Malang itu Malang Migung. Kami kompakan protes dong! Tidak ada Malang Migung. Sepertinya Malang emang masih asing banget di Madura. Hehehe.
Selesai dengan ziarah ke makam Syekh Yusuf, kami meninggalkan pulau untuk menuju makam selanjutnya. Rencananya setelah makam Syekh Yusuf akan ziarah ke makam di Batu Ampar dan makam Sheikh Kholil di Bangkalan. Setelah menyeberang menempuh long long journey lagi. Uniknya perjalanan pulang ini lancar banget. Kalau berangkat kan jalan berasa tidak rata, bergelombang hingga bikin mobil goyang. Tapi pas pulang berasa alus-alus aja. Apa lewat jalan yang beda atau gimana entahlah. Pokoknya perjalanan pulang itu lancar jaya. Hanya saja kami sedikit kesulitan mencari masjid yang longgar untuk sholat. Hehehe. Sampai akhirnya dapat masjid yang longgar. Kamar mandinya bersih dengan air melimpah ruah. Tapi saya takut buat mandi karena hari sudah gelap.
Pukul setengah sepuluh kami tiba di tujuan kedua. Suasananya udah agak sepi. Setelah parkir kami ngaso dulu. Ada yang makan ada yang ngopi. Saya ngeteh anget sama cobain kuliner Madura mie kuah. Katanya yang enak dari kuliner Madura itu bebek goreng. Tapi di tempat tujuan kedua ini saya ndak nemu. Antara mie lontong dan mie kuah, akhirnya saya milih mie kuah sama teh anget. Ada yang beli nasi goreng, ada yang beli tahu tek.
Saya pikir mie kuah itu mienya bening, ternyata buthek. Hehehe. Jadi semacam bakmi tapi berkuah. Mienya juga bukan mie besar, tapi mie keriting. Porsinya gede banget. Banyak. Saya sampai makan kembulan bertiga. Kata Pak Sopir emang porsi khas pesisir Madura itu porsinya gede. Mie kuah yang saya pesan ini rasanya asin banget. Hehehe. Alhamdulillah bisa nyobain kuliner khas Madura walau bukan kuliner ikonnya yaitu bebek goreng Madura.
Makam berikutnya adalah Makam Syekh Zainal Abidin atau Sunan Cendana di Kwanyar. Lokasi makam berada di belakang masjid di tengah perkampungan. Karena kami tiba sudah malam dan suasana makam lumayan sepi, jadi berasa gimana gitu. Hehehe. Ada himbauan untuk mematikan ponsel saat akan masuk ke makam utama. Karena itu saya tidak mengambil video atau foto di dalam area makam utama.
Di makam Sunan Cendana ini apa ya, suasana mistisnya masih kerasa banget. Waktu kami berziarah, saya sempat melihat fenomena salah satu mukena tergantung yang bergerak-gerak sendiri padahal tidak ada angin. Fenomena yang sama juga terjadi pada salah satu sisi kelambu. Kalau ada Tunjung pasti bisa nanya ada apa gerangan.
Pak Ustaz membagi cerita tentang Syekh Zainal Abidin. Konon katanya beliau kalau bermeditasi di dalam pohon cendana. Karena itu beliau mendapat julukan Sunan Cendana.
Parkir mobil di Sunan Cendana tarifnya Rp. 5.000,-
Dari Sunan Cendana mengambil jalan pintas. Gelap di sana-sini. Hutan di kanan kiri jalan. Begitu tiba di pinggir pantai, ada pemandangan indah. Semua gelap gulita sedang di ujung nun jauh di sana terdapat kerlap-kerlip lampu. Katanya itu Surabaya. Sayangnya difoto hitam doang, divideo juga hitam doang.
Langsung menyeberang lagi ke Surabaya, tidak jadi menuju Batu Ampar dan Bangkalan. Rute diubah oleh Pak Ustaz. Lalu, kami menuju Makam Sunan Ampel. Lewat jalur VIP yang sepi dan langsung menuju makam. Kalau di Sunan Ampel ini never be sepi ya. Selalu ramai walau di tengah malam. Dari Sunan Ampel kembali menuju Pasuruan dan pulang ke Malang.
Tarif parkir di jalur VIP sebesar Rp. 10.000,-
Pengalaman yang luar biasa bisa mengunjungi pulau Madura. Rumah di Madura itu pendek-pendek. Khas banget gitu. Di sumenep ada gereja dan klenteng dalam satu barisan. Setelah saya nanya Mbah Google ternyata tidak hanya gereja dan klenteng, tapi ada masjid juga. Sepanjang perjalanan pulang dari makam Syekh Yusuf ditemani idahnya senja di pantai.
Terima kasih Tuhan atas rezeki dan kesempatan yang diberikan hingga kami sekeluarga bisa mengunjungi pulau Madura. Terima kasih sudah melancarkan dan melindungi perjalanan kami selamat dari berangkat hingga pulang lagi ke Malang.
Wisata Ziarah Makam Wali Di Madura
Mohon maaf jika ada salah kata. Terima kasih. Semoga bermanfaat.
Tempurung kura-kura, 30 Januari 2020.
- Kurayui -
0 komentar