Review Novel Tanpa Cahaya

05:53

 Tanpa Cahaya



Tuhan seperti nggak punya hati. Kenapa ada yang diberi hoki besar, tapi ada yang harus hidup susah?


• Judul: Tanpa Cahaya

• Penulis: Lee Kwang-soo, Kim Dong-in, Choi Seo-hae, Hyun Jin-geon, Kang Kyeong-ae

• Tahun terbit: Agustus 2024

• Penerbit: Penerbit Haru

• Jumlah halaman: 256 hlm ; 19 cm

• QRCBN: 62-3723-6125-045


Tanpa Cahaya adalah buku kumpulan cerpen klasik asal Korea Selatan yang berisi enam cerpen dari lima penulis yang jaya pada masanya. Judul Tanpa Cahaya diambil dari cerita pendek karya Lee Kwang-soo. Selain itu ada cerita pendek dengan judul Ubi karya Kim Dong-in, Rasa Lapar dan Pembantaian karya Choi Seo-hae, dua cerita pendek karya Hyun Jin-geon yaitu Hari yang Penuh Keberuntungan dan Istri Miskin, serta Garam karya Kang Kyeong-ae yang menjadi cerita penutup.


Tanpa Cahaya menceritakan tentang kehidupan masyarakat Korea pada tahun 1920 sampai 1930an. Tema yang diangkat adalah tentang kegigihan, perjuangan rakyat yang hidup dililit kemiskinan. Setiap cerita yang disajikan akan membawa kita menelusuri kehidupan masyarakat Korea yang berada di bawah kekuasaan imperialisme Jepang.



Sejak kenal Penerbit Haru di tahun... 2011 apa 2012 ya, lupa, kekeke, maaf. Intinya sejak mengenal Penerbit Haru buku-buku terbitannya punya tempet tersendiri. Terlebih sejak jatuh hati ke Akiyoshi Rikako sensei dan karya-karyanya--yang jadi satu-satunya koleksi terlengkap versi sampul hitam--jadi makin sayang sama Haru. Andai punya duit bejibun, pasti udah beli semua itu wish list buku terbitan Haru. Betapa senang sekali waktu buka Instagram disambut sama postingan Haru yang nyari affiliator buat gabung Kompetisi Tanpa Cahaya. Tanpa mikir panjang langsung daftar, karena takut keburu penuh dan nggak terpilih. Pokoknya waktu itu yang penting daftar dulu. Saking takutnya nggak kebagian kuota, sampai pasang alarm biar nggak lupa waktu pendaftaran dibuka. Alhamdulillah diterima dan lolos untuk dapat sampel buku Tanpa Cahaya gratis. Jadi hadiah menyenangkan menjelang akhir tahun. Makasih Haru. Semoga makin jaya.


Belakangan emang lebih fokus ke buku karya Akiyoshi Rikako sensei aja, karena harus bener-bener ngatur keuangan pasca pandemi yang belum balik stabil lagi, jadi kebanyakan buku Haru masuk wish list yang nunggu untuk dibeli. Terakhir baca novel Pasien karya Naomi Midori. Berarti tahun ini ada dua novel Haru yang udah kebeli, pertama Imprisonment karya Akiyoshi Rikako sensei dan Pasien karya Naomi Midori. Makanya pas tahu Haru bikin program buat affiliator ini seneng banget. Wah, jadi curhat. Nggak papa dong ya, sesuai tema novelnya kan: kegigihan. Gigih untuk mendapatkan buku-buku Haru.


Tanpa Cahaya berisi enam cerita pendek klasik dari lima penulis asal Korea Selatan yang berjaya pada masanya yaitu Lee Kwang-soo, Kim Dong-in, Choi Seo-hae, Hyun Jin-geon, dan Kang Kyeong-ae.


Sebelum cerita pendek pertama, ada catatan semacam kata pengantar dengan judul Ruang Tunggu Haru: Ketangguhan dan Kegigihan yang ditulis oleh Dr. Rostineu, S.S.,M.A yang berprofesi sebagai pengajar Prodi Bahasa dan Kebudayaan Korea Universitas Indonesia. Isinya aku sebut sebagai pemanasan sebelum membaca cerita pendek klasik asal Korea Selatan yang akan disajikan pada halaman berikutnya.


Ketika membaca nama Lee Kwang-soo, langsung teringat pada aktor Lee Kwang-soo dan otak ini malah mikir, mungkin orang tuanya ngasih nama Lee Kwang-soo karena terinspirasi dari penulis di era Joseon ini. Ah, dasar otakku emang gampang berkhayal kemana-mana.


Tulisan Lee Kwang-soo menjadi cerpen pertama yang disajikan sekaligus menjadi judul utama dari buku kumpulan cerpen klasik Korea Tanpa Cahaya. Kenapa Tanpa Cahaya? Ternyata cerpen ini menceritakan tentang kehidupan penjara Jepang yang ada di Korea. Cerita dituturkan dari sudut pandang "saya" yang memiliki nama Jin. Saya (Jin) dipindah ke sel khusus pesakitan setelah tiga hari masuk penjara. Di sana Jin bertemu dengan Yoon, orang yang pernah berada dalam satu sel dengannya saat berada di kantor polisi dan bertemu dengan Min yang Jin sebut mirip jerangkong karena saking kurusnya pria tua itu.


Jin menuturkan hidupnya di dalam sel pesakitan bersama Yoon dan Min, hingga datang penghuni baru bernama Jeong, dan sampai dipindah sel hingga ketemu kembali dengan Min dan pelajar bernama Kang. Jin menceritakan bagaimana kelakuan, sifat dan sikap rekan-rekan satu selnya, juga tentang para perawat dan sipir serta tentang aturan dalam penjara Jepang. Baca kisahnya jujur bikin mual, tapi apa sih yang diharapin dari kisah kehidupan dalam penjara di era Joseon pula? Tapi banyak pelajaran yang bisa dipetik lho! Betapa mengerikannya manusia demi bertahan hidup. Kisah yang disampaikan Jin memberi banyak gambaran tentang sifat dan watak manusia yang bisa jadi mengerikan. Entah kenapa saat membaca jadi keinget sama novel Animal Farm. Padahal ya beda lho!


Cerita kedua berjudul Ubi yang ditulis oleh Kim Dong-in. Kalau kita nonton drama Korea, ada keluarga bangsawan yang kemudian jatuh miskin, nah Ubi mengisahkan hal serupa. Boknyeo aslinya keturunan kaum cendekiawan, tapi karena suatu hal keluarganya jadi turun kasta menjadi petani. Pada usia 15 tahun, Boknyeo dijual dan dinikahi pria yang 20 tahun lebih tua darinya. Sialnya lagi, suami Boknyeo pemalas hingga keluarga yang baru ia bentuk pun bangkrut dan membuat mereka harus pindah ke pemukiman kumuh dan Boknyeo harus mengemis. Adanya wabah ulat bulu mengubah hidup Boknyeo. Walau masih miskin, namun tak semenderita seperti sebelumnya. Misi pencurian ubi pada musim gugur, benar-benar mengubah hidup Boknyeo sepenuhnya.


Suka banget sama gaya penulisan cerpen kedua karena lebih santai dibanding cerpen pertama yang ditulis dalam bahasa formal. Singkat, padat, berisi, miris dan sadis. Nyesek banget baca kisah Boknyeo yang harus banting tulang cari uang demi bertahan hidup dan menghidupi suaminya yang udah tua, malas pula. Kaget juga pada tradisi di Korea pada masa itu yang sah-sah saja anak gadis di bawah umur menikah dengan pria yang jauh lebih tua. Kirain cuman di Indonesia aja ada kisah macem gini, ternyata di Korea pun sama.


Rasa Lapar dan Pembantaian karya Choi Seo-hae menjadi cerpen ketiga dalam buku Tanpa Cahaya. Menceritakan kehidupan Kyungsoo yang jatuh miskin karena keinginannya untuk menempuh pendidikan tinggi. Demi mewujudkan keinginan itu, Kyungsoo menjual rumahnya dan akhirnya jatuh miskin. Kyungsoo hidup bersama ibunya yang sudah renta, istri yang terkena stroke dan putri semata wayangnya yang baru berusia tiga tahun.


Cerpen ketiga ini jadi cerita pendek terfavorit versiku. Suka banget sama gaya penulisan Choi Seo-hae, pemilihan kata-katanya keren, alur cerita keren walau ending-nya bisa ditebak. Menggambarkan betapa mengerikannya kelaparan yang berkolaborasi dengan rasa putus asa. Nyesek banget selama baca, berasa ikutan tercekik, seperti apa yang dirasakan Kyungsoo.


Cerita pendek keempat ada Hari yang Penuh Keberuntungan karya Hyun Jin-geon. Menceritakan tentang Kim Cheomji yang sehari-hari bekerja sebagai penarik angkong. Setelah sepi penumpang selama berhari-hari sampai kehabisan uang, di hari yang gelap karena mendung dan hujan Kim Cheomji mendapatkan keberuntungan bertubi-tubi. Ak hanya bisa mengisi perutnya yang lapar, Kim Cheomji bisa minum arak bersama teman baiknya dan membelikan seolleongtang untuk istrinya yang sakit.


Cerpen keempat ini bahasa penulisannya juga asik. Cerpen karya kedua Hyun Jin-geon yang berjudul Istri Miskin menjadi cerita pendek kelima dalam buku Tanpa Cahaya. Menurutku cerpen kelima ini adalah cerita terbangsat. Pria manipulatif, kalau bahasa kekiniannya mokondo, ketemu sama cewek yang bahasa kekiniannya bulol: bucin dan tolol. Asli bikin emosi pas baca. Please ya K, kamu boleh punya mimpi tapi jangan lupakan tanggung jawabmu sebagai suami yang harus menafkahi istri. Bisa-bisa istri yang harus banting tulang sekadar buat makan. Bencinya lagi pas pengen dapet duit bukan buat bantu istri malah mau dipakek beli buku. Aku suka nulis dan suka baca, tapi nggak akan seegois K ini. Emosi bacanya! Pengen ngumpat tepat di depan muka K. Ternyata dari zaman dahulu kala, laki-laki manipulatif dan mokondo udah ada. Mana cerita ditulis dari sudut pandang orang pertama, sudut pandang K, jadi makin dapet emosinya. Walau bininya bulol, tetep kasihan sama bininya.


Cerita pendek terakhir berjudul Garam karya Kang Kyeong-ae. Dibanding kelima cerpen sebelumnya, di awal baca cerpen Garam dibuat agak bingung karena bahasa penulisannya. Cerita pendek ini memiliki beberapa sub judul yang menceritakan kehidupan seorang wanita yang disebut sebagai Ibu Bongsik oleh penulis. Ibu Bongsik dan keluarganya hidup di sebuah desa petani yang selalu diwarnai huru-hara. Sepanjang baca dibuat nyesek sama kisah hidupnya dan kesel sama karakter Pang Dung yang sama Ibu Bongsik ini dianggap sosok pelindung tapi justru bajingan yang dengan dalih menolong malah menghancurkan hidup Ibu Bongsik. Parahnya, Ibu Bongsik sempat mengidap Sindrom Stockholm? Kesel juga ke Ibu Bongsik, tapi keadaan yang membentuknya jadi gitu.


Udah disebutin kalau cerita pendek yang disajikan tentang kemiskinan dan kegigihan? Apa yang mau diharapkan? Kisah manis seperti dalam drama saeguk? Jangan harap! Kalau drama saeguk kan kebanyakan tentang kerajaan dan perebutan tahta, enam cerpen dalam buku Tanpa Cahaya menceritakan tentang kehidupan rakyat jelata yang berjuang, bertahan hidup dalam kemiskinan.


Agak kaget waktu baca cerpen pertama yaitu Tanpa Cahaya karena ditulis dengan bahasa semi formal. Bahasa yang disajikan unik, terkesan formal, agak kaku, tapi cerita mengalir dengan apik. Cerita pendek berikutnya bahasanya lebih mengalir. Hampir semua karakter cowok dalam semua cerpen red flag. Mungkin hanya Jin (saya dalam cerpen Tanpa Cahaya) yang nggak? Kim Cheomji dalam cerpen Hari yang Penuh Keberuntungan sayang keluarga, sayang istri walau kadang mulutnya kalau ngomong agak kurang enak didengar, tapi bisa jadi itu bahasa cinta dia ke istrinya?


Kalau cewek-ceweknya, pada bikin nyesek. Mereka korban dari para cowok dan karena keadaan mau nggak mau ya melakukan apa aja demi bertahan hidup. Dan karena cewek lebih mendahulukan rasa daripada logika, makanya dua karakternya ada yang baper dan bahkan menggila.


Dari baca buku Tanpa Cahaya jadi belajar banyak istilah dalam bahasa Korea. Mengenal nama-nama tanaman yang bisa dimasak dalam bahasa Korea. Setiap nemu nama tanaman, langsung cek di Google, setelah tahu wujudnya, seneng banget!


Jadi tahu budaya dan kehidupan Korea Selatan di masa lalu dan jadi ngebatin, nggak beda jauh ama di Indonesia. Misal, anak gadis usia 15 tahun udah dinikahkan. Di Indonesia pun sama. Trus kalau kita nonton drama saeguk kan ada tuh dalam pernikahan cowoknya lebih muda dari ceweknya, nah di cerpen ini pun demikian. Jadi hubungan noona-dongsaeng dalam percintaan udah ada dari dulu, makanya nggak heran kalau sampai sekarang pun banyak pasangan yang ceweknya lebih tua dari cowoknya karena di sana hal seperti itu semacam tradisi?


Dari buku Tanpa Cahaya jadi tahu kalau sebelum maju seperti sekarang, Korea Selatan juga pernah ada di masa kelam. Novel Tanpa Cahaya aku rekomendasikan untuk dibaca! Bisa beli di sini ya. Atau lewat Shopee Video biar dapat gratis ongkir dan diskon. Sekali lagi terima kasih Haru, udah meloloskan untuk ikut kompetisi keren ini, terima kasih bukunya. Semoga makin jaya! Sekian ulasan buku Tanpa Cahaya. Semoga bermanfaat. Mohon maaf kalau ada salah kata. Gomawo matur tengkyu.

You Might Also Like

0 komentar

Total Pageviews