Diary #DiRumahAja - Tenaga Kesehatan vs. Invasi
09:03
Diary #DiRumahAja - Tenaga Kesehatan vs. Invasi
Masyarakat bertanya pada petugas kesehatan terkait wabah corona, "Sampai kapan semua ini?"
Petugas menjawab, "Itu tergantung dari kita masing-masing. Kalau kita manut ya insyaa Allah cepat selesai. Tapi kalau kita masih bandel, ya embuh bakalan selesai kapan."
Welcome to my curious way!
Apa kabar shi-gUi? Semoga kita semua selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa, diberi kelimpahan berkah berupa kesehatan dan kebahagiaan. Aamiin....
Dalam diary kali ini saya akan membahas bagaimana kinerja tenaga kesehatan di masa pandemi. Ini berdasarkan apa yang saya lihat, karena kebetulan saya bekerja di toko yang kesehariannya lebih banyak meladeni puskesmas. Tulisan kali ini khusus membahas bagaimana kinerja tenaga kerja di puskesmas selama masa pandemi.
Ketika covid 19 mulai ramai dibicarakan, bahkan hingga udah menyebar keluar Wuhan - Cina, saya masih percaya diri dengan berpikir, halah nggak mungkin kalau sampai ke desa-desa. Penyakitnya dari luar negeri, jadi nggak mungkin nyampek ke tempat tinggal kami yang boleh dibilang agak pelosok. Karena seingat saya pada kasus wabah sebelumnya tidak sampai ada kasus ditemukan di desa-desa, CMIIW. Santai sajalah. Selama nggak ada yang keluar negeri, desaku aman. Namun ada satu kejadian yang membuat keyakinan saya tumbang. Yaitu ketika pertama kali blangko kunjungan pelacakan covid 19 dibawa ke toko.
DEG! Entah kenapa kalau yang aneh-aneh gitu seringnya saya baca blangkonya. Padahal biasanya langsung fotokopi tanpa baca-baca itu blangko apa. Tapi waktu itu malah baca dan ketika tahu itu blangko apa, saya membeku. Kenapa ada blangko ini di sini? Kenapa digandakan? Masa iya ada orang terduga covid di kecamatan sini?
Daripada penasaran, akhirnya saya memberanikan diri tanya ke petugas yang membawa blangko. Kenapa kok bikin blangko pelacakan covid. Kan kita bukan kota besar. Waktu itu udah ada aturan bagi yang dari luar negeri harus lapor. Saya mikirnya moso iya ada orang kecamatan sini yang keluar negeri? Kayaknya nggak mungkin. Karena di otak saya waktu itu keluar negeri ya liburan. Jalan-jalan. Tapi jawaban petugas membuka pikiran saya.
"Itu lho Mbak, desa A barusan ada warga yang pulang dari luar negeri (negara yang banyak kasus terjangkit covid 19), jadi kami harus melakukan kunjungan dan pemeriksaan. Tapi orangnya udah balik, jadi kunjungan ke keluarganya. Mana itu pulang buat mantu, Mbak."
DEG! Kura-kura bego! Mikir nggak ada orang keluar negeri buat jalan-jalan, tapi lupa sama warga yang keluar negeri buat jadi TKI, TKW. Babo, jara! Pikiran saya jadi terbuka bahwa bisa saja covid 19 menginvasi daerah pelosok seperti tempat tinggal saya. Sejak saat itu pikiran jadi was-was, takut, dan juga lebih berhati-hati. Alhamdulillah setelah pelacakan hasilnya aman. Dunia saya sejenak kembali damai.
Pembatasan mulai diberlakukan. Di kota-kota besar banyak usaha yang ditutup, banyak yang di rumahkan. Menjadi sebab kenapa orang-orang yang sebelumnya bekerja di kota besar kembali ke kampung halaman. Blangko yang sebelumnya diabaikan setelah pelacakan pertama kembali dicari dan digandakan lagi karena ada laporan tentang beberapa orang yang baru pulang dari luar negeri. Masa-masa yang membuat tidak hanya petugas kesehatan, tapi juga warga biasa kayak saya mulai panik. Karena ada yang merasakan gejala demam. Waktu itu masih dalam hitungan jari, tapi lebih dari satu.
Bahkan sempat ada kasus data pasien berstatus ODP yang bocor ke masyarakat hingga menimbulkan kehebohan. Tenaga kesehatan pun jadi buruan orang-orang yang menuntut kepastian. Padahal informasi bocor bukan dari tenaga kesehatan.
Semakin lama semakin tidak bisa dihitung dengan jari. Yang tadinya hanya di desa A, bertambah menjadi desa B, C, D, E, dan banyak lagi. Nakes (tenaga kesehatan) tidak bisa santai lagi. Kunjungan setiap hari dilakukan. Ditambah pekerjaan pokok yang udah jadi tanggung jawab sebelum ada wabah, pekerjaan nakes semakin bertambah. Saya yang hanya menonton saja merasa takut, capek, dan jenuh. Gimana dengan mereka yang melakukan langsung? Terjun ketemu orang yang baru dari luar kota atau luar negeri. Dengan begitu ngerinya pemberitaan tentang covid 19, mereka juga merasakan was-was dan takut. Tapi mereka nggak bisa mundur. Harus tetap maju demi tugas.
Ketika covid 19 sudah menginfeksi Surabaya, pengawasan semakin diperketat. Siapa saja yang bekerja di puskesmas harus memakai masker. Kunjungan semakin bertambah. Dalam sehari bisa memfotokopi blangko hingga 100 lembar. Ketika covid 19 menginfeksi Malang, semakin diperketat lagi. Jam kerja di puskesmas dikurangi, tapi jam kerja di lapangan bertambah. Kunjungan yang semakin meningkat, tugas jaga di beberapa lokasi check point. Selain itu tugas utama seperti jaga IGD atau rawat inap harus tetap jalan. Kadang saya sampai mikir, kapan waktu mereka buat keluarga?
Ketika kasus positif pertama di wilayah kami dikonfirmasi, saya merasakan situasi yang mencekam sekaligus mengharukan. Jika sebelumnya saya hanya melihat nakes dengan APD lengkap di sosial media saja, hari itu saya melihat dengan mata kepala saya sendiri. Merinding, kudu nangis, haru, campur aduk lah. Karena saya mengenal mereka bahkan ada yang mengenal dengan baik. Melihat langsung para nakes dengan APD, nggak karuan rasanya. Bahkan saya nangis ketika tahu salah satu nakes yang saya kenal dekat harus mengambil darah untum rapid tes.
Jadi sebelum kasus positif di wilayah kami, ada kasus di kecamatan tetangga. Setelah pelacakan ternyata pasien ada kontak dengan warga yang tinggal di kecamatan kami. Karena disebutkan rapid tesnya reaktif, petugas harus pergi dengan APD lengkap. Proses ini yang sempat bikin heboh. Bahkan teman saya yang bertugas hari itu sempet drop dan jatuh sakit hingga dikarantina. Sebenarnya bukan hanya teman saya yang kondisi sampai drop. Ada beberapa nakes yang juga sempat drop. Bagaimana tidak drop, mereka bekerja lebih keras dari biasanya disertai rasa was-was dan takut. Beban mental juga kalau mengalami penolakan. Jadi fisik dan psikis benar-benar lelah. Terlebih banyaknya pemberitaan tentang penolakan pada nakes yang menangani pasien covid 19. Semua itu udah pasti memengaruhi psikis nakes, terutama yang orangnya tipe sensi dan pemikir. Mereka lelah secara fisik dan mental, tapi mereka nggak boleh menyerah. Mereka harus tetap bekerja untuk memastikan daerah yang menjadi tanggung jawab mereka tetap aman.
Sedihnya lagi, nakes yang bertugas ada yang hamil, ada yang masih menyusui, dan sebagian besar anaknya masih kecil-kecil. Setahu saya, orang hamil rentan terinfeksi. Namun mereka harus tetap maju melakukan kunjungan, bertemu langsung dengan orang yang mereka nggak tahu orang itu bawa virus atau nggak. Gitu masih ada yang ngata-ngatain nakes, sakit hati ini bacanya (T_T)
Andai kalian tahu yang sebenarnya. Bahwa apa yang kalian lihat dari seragam yang mereka kenakan tidak seindah seperti apa yang kalian pikirkan. Heran sama manusia modelan-modelan demen ngata-ngatain di sosmed, sok yang paling hebat. Beuh! Andaj saya diberi Death Note, orang modelan begitu pengen saya tulis namanya biar segera dijemput Ryuke untuk meninggalkan dunia fana.
Masyarakat bertanya pada petugas kesehatan terkait wabah corona, "Sampai kapan semua ini?"
Petugas menjawab, "Itu tergantung dari kita masing-masing. Kalau kita manut ya insyaa Allah cepat selesai. Tapi kalau kita masih bandel, ya embuh bakalan selesai kapan."
Kita semua memang lelah, khawatir, bahkan takut. Yang dibutuhkan memang kerja sama. Biarkan petugas kesehatan dan semua aparat yang berwenang melaksanakan tugasnya. Kita diam saja di rumah. Kalau masih harus bekerja ya tetap bekerja. Asal jangan lupa bawa alat-alat perlindungan diri seperti pakai masker dan bawa hand sanitizer.
Wabah ini menjadi masalah dan tanggung jawab semua orang di negeri ini. Stop saling menyalahkan! Mari saling membahu dan bekerja sama untuk berperang melawan wabah corona. Biar tenaga kesehatan yang berada di barisan paling depan dalam perang ini. Lalu bilamana ada yang turut membantu dengan cara mereka sendiri, ya biarkan! Jangan diolok dengan dalih syirik, nggak masuk akal, di luar nalar, nggak ada hubungannya sama medis, bla bla bla.
Indonesia ini Bhinneka Tunggal Ika. Berbeda-beda tetapi tetap satu. Pun demikian dalam hal perang melawan corona. Semua punya cara masing-masing, cara yang berbeda, tapi tujuannya sama yaitu perang melawan corona.
Bukannya dalam perang memang selalu begitu? Ada yang maju ke medan perang dengan menggunakan pedang, ada yang maju bersenjatakan tombak, panah, keris, bambu runcing, dan masih banyak lagi. Masing-masing punya metode, masing-masing punya cara. Yang penting tujuannya sama, ya udah lah. Ndak usah saling hina. Mari jalan berdampingan aja. Turut berperang dengan cara masing-masing. Nggak usah merasa paling unggul. Nggak usah merasa paling bener. Pejuang doa ya kencengin doanya. Pejuang kemenyan ya silahlan teruskan usahanya. Pejuang rebahan yang tetep diam di rumah (seperti saya) ya mari lanjutkan. Mari berjuang bersama dengan jalan dan cara masing-masing.
Udah berapa bulan ini? Kita udah usaha tapi kok tetep gini aja? Kapan kelarnya ini?
Begini, iya beberapa dari kita udah berusaha disiplin. Manut sama aturan pemerintah. Tapi kita tidak bisa mengabaikan banyaknya kaum ndendeng yang sulit dibilangi dan sulit diatur yang tetep dolan di luar walau tanpa keperluan. Di media online dan televisi kayaknya udah banyak dibahas.
Pada prakteknya di lapangan memang sulit. Udah diterbitkan peraturan nggak boleh gini nggak boleh gitu, tapi ya masih banyak yang melanggar. Untuk orang-orang dengan status ODR (Orang Dengen Risiko) misalnya karena baru berkunjung ke zona merah. Mendapat kunjungan nggak semua manut, menurut mau karantina mandiri. TIDAK! Surat perjanjian tinggal perjanjian. Petugas pergi mereka pun pergi. Wong aku sehat kok! Dalihnya.
Ada lagi, orang udah ada salah satu gejala dan ada riwayat perjalanan ke zona merah. Dikunjungi petugas, ngamuk. Maki-maki petugas. Ngatain petugas mencemarkan nama baik mereka dengan mengadakan kunjungan itu. Modelan ngene iki piye? Mirisnya lagi latar belakangnya termasuk golongan yang paham prosedur. Bukan wong bodho seng ngertine mung golek mangan, weteng wareg!
Wabah ini bukan aib. Mencemarkan nama baik? Gatau lagi harus ngomong apa.
Orang dengan status OTG (Orang Tanpa Gejala). Sependek pengetahuan saya ini kalau udah ada kontak sama pasien positif tapi tidak menunjukkan gejala. Jalani rapid tes. Hasilnya negatif. Suruh karantina mandiri dulu 14 hari. Nggak mau! Dengan dalih, aku sehat kok! Hasil tesnya negatif! /Tepok jidat/
Itu rapid tes. Yang sependek pengetahuan saya buat ngetes antibodi. Jadi kalau dalam tubuh ada virus tapi antibodi bagus ya hasil negatif. Untuk saat ini--sependek pengetahuan saya lagi--yang akurat adalah tes swab. Rapid negatif setelah ada kontak bukan berarti bisa seenaknya keluar. Ya antibodinya masih bagus jadi negatif. Kalau tetiba imun turun, virusnya yang menang dan jadi positif, piye?
Dari contoh di atas, bisa disimpulkan bahwa di balik orang-orang yang dispilin dan manut peraturan, ada golongan ndablek dan ngeyelan yang susah diatur. Yang seringnya meremehkan soal wabah. Jadi kalau masalah ini kayak nggak kelar-kelar, mari kita melihat pada diri kita sendiri. Udah bener belum kelakuan kita? Jangan nanya mulu ke nakes tentang kapan wabah kelar tapi nggak mau kerja sama buat ngelarin wabah.
Nakes juga manusia biasa yang berhak menikmati waktu bersama keluarga. Mereka sudah berbuat sebaik yang mereka mampu. Kalau nggak mau membantu mereka dengan sekadar mendoakan, ya mbok diem aja. Ndak usah menghina. Menyakiti hati orang lain itu dosa lho! Heran ama orang yang jarinya tajem hingga menuliskan komentar pedas bahkan makian. Mereka apa bukan manusia hingga dengan mudahnya merendahkan manusia lain. Mereka apa ndak takut karma dan dosa ya? Lagi-lagi berandai-andai, andai saja saya diberi kepercayaan memegang Death Note. Pasti orang-orang modelan gitu yang namanya akan saya tulis di dalam Death Note agar dunia damai.
Terima kasih atas kerja keras kalian seluruh tenaga kesehatan Indonesia. Mohon maaf jika selama pandemi ini ada sikap saya yang entah sengaja atau tidak membuat Anda sekalian terluka. Tetap semangat ya! Saya butuh kalian. Kami butuh kalian. Indonesia butuh kalian dalam perang melawan wabah ini. Kalian hebat!
Semoga kita selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Diberi kelimpahan berkah berupa kesehatan dan kebahagiaan. Dijauhkan dari wabah corona yang saat ini sedang melanda Indonesia. Aamiin....
Sekian curahan unek-unek hari ini. Terima kasih yang udah baca. Mohon maaf jika ada salah kata. Gomawo matur tengkyu.
Tempurung kura-kura, 04 Juni 2020.
- Kurayui -
0 komentar