Diary #DiRumahAja - Bagaimana PSBB Di Tempatmu?

07:48

Diary #DiRumahAja - Bagaimana PSBB Di Tempatmu?



Sebenarnya apa itu PSBB? Dan bagaimana penerapannya di kotamu?

Welcome to my curious way!



Apa kabar shi-gUi? Semoga kita semua selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa, diberi kelimpahan berkah berupa kesehatan dan kebahagiaan. Aamiin....

Ada yang mengatakan pada saya, pembatasan udah diberlakukan dari bulan Maret, tapi kenapa kamu baru bikin diary pada bulan Juni?

Nohok banget pertanyaannya. Hehehe. Dari bulan Maret boleh dibilang agak sibuk hingga saya kesulitan dalam membagi waktu untuk menulis diary. Walau sebenarnya banyak sekali unek-unek yang tetiba muncul di kepala dan ingin saya tulis. Tapi apa daya, kesibukan yang lumayan membuat saya kadang tersadar dan bertanya, ke mana perginya sang waktu? Tahu-tahu udah mau berganti hari lagi.

Terus buat yang nggak sengaja nyasar ke tulisan saya dan menyesal karena udah baca, mohon maaf. Mohon maaf sekali kalau ternyata tulisan saya tidak sesuai dengan apa yang Anda harapkan. Diary #DiRumahAja hanya berupa tulisan dari unek-unek di kepala saya yang turut hidup dalam masa pandemi ini. Jadi sekali lagi mohon maaf ya kalau ternyata isinya gaje alias nggak jelas.

Hari ini saya pengen menulis tentang bagaimana penerapan PSBB di tempat saya. Sejak sekolah-sekolah resmi diliburkan, saya masih berangkat bekerja. Alasannya kenapa? Karena toko saya melayani kebutuhan fotokopi dari puskesmas. Kalau saya tutup, bagaimana dengan puskesmas yang masih pelayanan? Bukan berarti tempat saya bekerja adalah satu-satunya yang bisa membantu kinerja puskesmas. Hanya saja karena kami udah ada kerja sama sehingga beberapa blangko dipercayakan pada saya untuk lebih mempermudah proses pelayanan. Terlebih sejak covid 19 menginvasi daerah, ada tambahan pekerjaan bagi tenaga medis di setiap desa. Harus ada kunjungan setiap hari ke warga yang baru pulang dari kota. Ini pun membutuhkan blangko-blangko untuk diisi. Next diary kita bahas tentang sedikit detailnya ya.

Intinya kalau puskesmas buka, ya toko harus buka. Walau sebenarnya bisa diakses dari rumah, tapi saya khawatir. Kalau nggak buka toko, otomatis petugas yang akan mengambil blangko akan lewat rumah. Sedang mereka berkutat dengan pasien setiap harinya. Petugas sendiri yang mengingatkan saya bahwa bisa jadi mereka juga ODP (Orang Dalam Pengawasan) dan OTG (Orang Tanpa Gejala) karena kontak langsung ama pasien. Kalau mereka ke rumah kan malah berisiko karena di rumah ada orang tua yang udah sepuh dan ada balita. Itu kenapa saya tetap bekerja dan membuka toko walau ada imbauan tentang pembatasan sosial.

Saya sempet bilang kalau PSBB ini nggak ngaruh sama saya yang orang rumahan. Namun saya salah. Saya pun turut merasakan dampaknya berupa penurunan jumlah costumer. Karena sejak pembatasan, jam kerja puskesmas juga dibatasi. Jumlah kunjungan pasien pun dibatasi. Saya pun bekerja mengikuti jam kerja puskesmas. Karena memang boleh dibilang hanya puskesmas yang dilayani.

Kalau untuk kondisi umumnya, penerapan pembatasan di tempat saya tidak terlalu terasa. Karena situasi masih kondusif. Tiap hari masih banyak yang beraktivitas walau tidak seramai biasanya. Perbedaannya lagi jadi ada beberapa yang keluar pakek masker, tapi masih banyak yang bandel. Banyak yang diem di rumah aja, tapi nggak sedikit juga yang masih keluyuran. Jalan di depan toko ada kalanya juga ramai kendaran lalu lalang atau orang jalan riwa-riwi. Nggak sesepi di kota lah.

Sejak pembatasan diterapkan, pada tanggal 15 April 2020 saya harus keluar dari tempurung kura-kura karena ada keperluan belanja bulanan. Vitamin buat orang tua udah habis, dan kebutuhan lainnya juga udah hampir habis. Jadi saya harus keluar untuk beli vitamin ke apotek dan belanja kebutuhan bulanan ke swalayan. Itu pertama kalinya saya keluar. Seperti biasa ngojek keponakan. Kalau keluar pakek masker udah bukan hal baru lagi. Saya rajin pakek masker sejak tahun 2013 kalau nggak salah inget. Kena GERD jadi tiap keluar rumah pakek masker. Jadi nggak masalah buat saya kalau harus pergi muka dibrongkos pakek masker.

Pertama kalinya keluar dari tempurung kura-kura di siang hari--biasanya saya keluar setelah magrib dan itu jalan kaki, karena sekarang kalau habis keluar rumah kan harus lebih hati-hati harus segera ganti baju segala macem, jadi saya memutuskan keluar siang di sela jam kerja--yang lumayan terik. Karena udah hampir jam sebelas dan matahari lagi bersinar terang. Dianter ponakan naik motor, saya kaget ketika nyampek di jalan utama. Kalau jalan kampung saya walau termasuk jalan besar udah lumayan sepi. Tapi begitu nyampek jalan raya utama akses desa ke desa, byuh! Kaget saya. Rame! Mau nyebrang agak susah karena ramenya kendaraan. Udah kayak hari biasa. Nggak kayak lagi pembatasan. Orang bebas berkeliaran, tanpa masker pula.

Saya yang keluar pakek masker medis yang ditaliin bagian belakang itu malah dipandang sinis sama orang sekitar. Maskernya dapat dari puskesmas. Karena udah nggak boleh pakek masker scuba atau kain yang tipis, jadi saya dikasih masker medis 3play. Sumpah enak banget maskernya. Sayang udah habis. Sempet saya cuci ulang dan pakai lagi, tapi saya kena marah. Katanya nggak boleh karena bisa merusak lapisan dalamnya. Heuheuheu.

Sebenarnya dari dulu kalau pakek masker udah sering dipandang sinis bahkan micing ama orang. Tapi di masa pandemi ini rasa sensi saya kayak makin meningkat. Hehehe. Sempet ada pengalaman nggak enak juga pakek masker semasa pandemi ini.

Jadi waktu itu saya di toko. Trus ada bapak aparat gitu ke toko. Bapaknya nggak pakek masker, lalu ngomong ke saya, "Kenapa Bu kok pakek masker? Kena corona ya?"

Mungkin maksudnya bercanda, tapi saya rada kesinggung euy! Mungkin karena bapaknya seorang aparat ya. Yang seharusnya malah bisa menghibur warga yang taat aturan kayak saya /plak/ tapi malah bercanda seperti itu. Jujur saya menyayangkan sikapnya. Terlebih itu pertemuan pertama kami. Ya mungkin saya aja yang terlalu sensi.

Balik lagi ke keluar pertama sejak pembatasan. Sungguh saya kaget melihat keramaian jalan. Ketika masuk swalayan, kondisi lumayan sepi dan petugas udah pakek masker. Adem liatnya. Ketika saya mulai mencari bahan kebutuhan, dibuat kaget lagi. Wipol habis coy! Kosong. Yang bikin saya terheran-heran, kapas sampai ikutan sold out. Buat apa lho? Sampai pada periode belanja berikutnya masih kosong. Hari ini belanja pun masih kosong. Ada apa dengan kapas?

Selain kapas dan Wipol, vitamin C merk UC 1000 dan Redoxon ikutan sold out! Gila bener. Padahal biasanya yang borong UC cuman saya doang sebulan sekali. Eh ini sampai sold out. Kata mbaknya jadi barang rebutan juga. Gila! Bener gila. Tapi alhamdulillah saya masih ada jodoh dan rezeki ama es krim legenda Viennetta dong! One and only. Jodoh saya. Rezeki saya. Alhamdulillah. Boleh baca review-nya nih Kembalinya Sang Legenda Es Krim Viennetta By Walls

Kali kedua saya keluar untuk belanja kebutuhan situasi masih ramai juga. Hingga tiba Ramadan juga katanya masih ramai bahkan sempat ada bazar Ramadan. Bahkan ketika ada konfirmasi kasus positif pun masih ramai. Hanya saja beberapa udah mulai sadar diri dengan menggunakan masker. Seperti yang saya tulis sebelumnya di catatan Diary #DiRumahAja - Ramadan dan Idul Fitri 2020

H+ 3 lebaran saya keluar lagi karena harus membayar tagihan ke Indomaret. Situasi masih ramai. Bahkan saya kaget, karena Indomaret yang jadi langganan saya biasanya sepi pengunjung eh itu ramai. Karena kondisi fisik lagi agak drop, sempet agak panik liat keramaian. Alhamdulillah ada bodyguard yang setia menemani. Kekeke. Anak pertama setia menemani mamanya yang ngantri di depan kasir Indomaret. Walau ramai pemandangannya lumayan bikin adem seadem AC Indomaret yang bikin panik saya makin menjadi. Pegawai pada pakek masker, trus di kasir dilindungi plastik. Demen liatnya. Yang nggak demen pengunjung yang ngantrinya nggak mau jaga jarak.

Tadi sehabis magrib saya keluar lagi untuk belanja kebutuhan bulanan. Mungkin karena per 1 Juni 2020 di sosial media udah dibagikan sebagai dimulainya New Normal, jadi situasi udah ramai. Lebih ramai dari malam-malam sebelumnya ketika saya keluar untuk belanja kebutuhan. Swalayan ramai dan banyak yang nggak pakek masker. Padahal udah ada kasus positif lho. Bahkan rapid massal pun ada dua yang reaktif. Tapi kayaknya masih banyak yang bodo amat. Emang beberapa malah menganggap covid 19 ini hoaks. Miris sih.

Tapi ada pemandangan berbeda lagi. Para pegawai masih pakek masker. Adem liatnya. Pemandangan barunya, di kasir dilindungi plastik. Saya demen liatnya. Hehehe. Jadi mikir, apa sebaiknya toko dibikinin kayak gitu juga ya? Karena jujur aja masih banyak pasien yang bandel ndak pakek masker. Kalau batuk atau bersin masih ngadep ke dalam toko. Ngrokok pun asepnya disemburin ke dalam toko. Kalau dibikin lapisan dari plastik kayaknya bisa bikin kerja saya makin nyaman. Coba deh usul ke Wan Bos ntar. Kekeke.

Belanja malam ini boleh dibilang pulang dengan tangan kosong. Dari semua barang yang harus saya beli, hanya ada dua item yang tersedia. Kata mbaknya emang pada kosong dan dijanjiin mungkin besok bakalan dateng. Mungkin. Jadi belum pasti sih. Tapi emang banyak sales yang pada nggak datang. Di toko pun saya mengalami hal yang sama hingga banyak barang yang kosong. Mencari di area dekat toko pun susah.

Sebenarnya wujud dari PSBB udah diterapkan. Poster larangan masuk ke gang kecil dipasang. Bahkan beberapa akses masuk pemukiman ada yang ditutup. Hanya mengandalkan jalan utama. Tapi balik lagi ke manusianya yang beragam. Ada yang manut, tapi nggak sedikit yang bandel. Susah dan serba salah juga sih. Yang taat aturan diolok-olok. Pakek masker dikatain kayak sapi. Dulu sapi di desa emang mulutnya dibrongkos bambu. Entah kenapa kok digituin. Nah ada yang menolak pakek masker dengan alasan, Manusia kok dibrongkos kayak sapi. Ada yang alasan, Udab pakek skincare mahal kok disuruh pakek masker kan ketutupan cantiknya.

Hmm, manusia memang unik. Jadi tergantung masing-masing individu sih. Maunya gimana. Karena ini pun pilihan. Hanya saja saya agak menyesalkan. Karena di masa pandemi ini, kecerobohan yang kita buat nggak hanya merugikan diri kita. Tapi turut menyeret orang-orang di sekitar kita. Semoga kita selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Diberi kelimpahan berkah berupa kesehatan dan kebahagiaan. Dijauhkan dari wabah corona yang saat ini sedang melanda Indonesia. Aamiin....

Sekian curahan unek-unek hari ini. Terima kasih yang udah baca. Mohon maaf jika ada salah kata. Gomawo matur tengkyu.


Tempurung kura-kura, 03 Juni 2020.
- Kurayui -

You Might Also Like

0 komentar

Total Pageviews