One Day To Trip Mojokerto #4 - Petilasan Raden Wijaya
04:07Petilasan Raden Wijaya
Masih tentang one day trip di Mojokerto. Selesai ziarah ke Makam Putri Cempo, lanjut mencari tempat selanjutnya yang ingin dikunjungi yaitu Makam Raden Wijaya. Sempet menepi di pinggir Kolam Segaran karena informasi di Google Maps membingungkan. Yang dicari Makam Raden Wijaya, yang keluar Petilasan Raden Wijaya. Akhirnya bismillah, coba saja ikuti arahan Google Maps.
Awalnya santai aja, tapiii pas tetiba masuk jalan di tengah sawah yang cuman muat satu mobil, jadi parno lagi. Keinget pas di Pasuruan, dikasih lewat jalan tengah sawah, bikin heboh kampung orang dan berujung mobil lecet. Setelah belok ke kanan, alhamdulillah ketemu jalan raya utama dan langsung nyampek lokasi. Entah kenapa kok dilewatin jalan tikus sama Google Maps padahal ada jalan yang lebar dan beraspal halus.
Yang bikin takjub tuh, kan jalannya masuk di area hunian warga, sama kayak jalan menuju lokasi Patung Buddha Tidur, rumah warga banyak yang bergaya kuno dengan bata merah kayak di Candi Tikus dan Candi Bajang Ratu. Jadi berasa kayak masuk ke perkampungan kuno di era Majapahit. Nggak semuanya, tapi didominasi kayak gitu. Asli seru banget!
Berbeda dengan situs Makam Putri Cempo yang lokasinya di tengah hunian warga, Petilasan Raden Wijaya lokasinya nepi. Jadi satu-satunya dan ternyata luas banget. Ketika memasuki area petilasan udah dibuat kagum dan merasa nyaman. Area parkirnya luas. Di depan ada gapura megah. Toilet dan musala tersedia. Toiletnya bersih banget. Sempet salah, masuk pakek sandal karena nggak tahu kalau ada peraturan harus lepas sandal. Untungnya sandalku tidak meninggalkan noda dan segera meminta maaf pada petugas, lalu balik melepas sandal dan tak lupa menyiram bekasnya. Air di toilet kayak air dari sumur, bening dan bersih. Kayaknya di Mojokerto kebanyakan emang pakek sumur. Di rumah Mbah Puh juga pakek sumur.
Suasana nggak terlalu rame, tapi cukup banyak pengunjung. Ada beberapa mobil terparkir dan ada motor-motor juga. Di pendopo juga lumayan banyak yang duduk-duduk. Nggak ada tarif parkir, tapi ada kotak buat isi, mungkin seikhlasnya atau sesuai tarif parkir kendaraan pada umumnya. Nggak ada tarif tiket masuk, tapi tamu diharapkan melapor. Ada pos dan juru kunci. Setelah isi buku tamu, bisa beli dupa juga di pos juru kunci. Bawa dupa sendiri juga boleh, nggak pakek dupa juga boleh. Kami beli Dupa Maharaja karena lupa nggak bawa. Harganya murah, malah lebih murah dari pasaran di sini.
Setelah isi buku tamu dan beli dupa, sama Bapak Juru Kunci diarahkan tata cara ziarah di Petilasan Raden Wijaya termasuk larangan yang salah satunya wanita yang sedang menstruasi nggak boleh memasuki area petilasan. Dijelaskan pula urutan ziarahnya bagaimana. Bapaknya ramah banget, sopan banget juga. Ngomongnya pakek Bahasa Jawa halus. Senang dan terharu karena sebagai tamu berasa disambut banget. Walau nggak ditemenin, dipantau dari jauh sama bapaknya.
Eh, salah. Dianterin sama Bapak Juru Kunci untuk ziarah ke makam Eyang Sapu Jagad dan Eyang Sapu Angin sebelum naik ke Petilasan Raden Wijaya. Makam keduanya terletak di bawah, tepat di sisi kanan Petilasan Raden Wijaya. Tempatnya bersih dan teduh. Menurut artikel yang aku baca di Radar Majapahit Dot Com, Eyang Sapu Jagad dan Eyang Sapu Angin adalah pengawal setia Raden Wijaya.
Selesai ziarah ke makam Eyang Sapu Jagad dan Eyang Sapu Angin, baru diizinkan untuk naik ke makam Raden Wijaya yang posisinya berada di atas. Menaiki tangga yang dinaungi pohon super besar dan rindang. Katanya pohon raksasa tersebut bernama pohon kesambi. Ada pintu yang menghubungkan area luar dan area makam Raden Wijaya. Ada pagar tembok bergaya kuno khas Kerajaan Majapahit yang mengelilingi makam. Selain makam Raden Wijaya, terdapat makam permaisuri yaitu Garwo Padmi Ghayatri, makam dua selir Raden Wijaya yaitu Garwo Selir Dhoro Pethak dan Garwo Selir Dhoro Jinggo, dan makam pengawal Raden Wijaya yaitu Abdi Kinarsih Kaki Regel. Raden Wijaya adalah raja pertama sekaligus pendiri Kerajaan Majapahit.
Berdasarkan informasi dari Radar Majapahit Dot Com, yang berada di makam adalah abu Raden Wijaya usai dikremasi sesuai kepercayaan agama Hindu yang dianut pada masa itu. Selain Petilasan Raden Wijaya, situs bersejarah ini juga dikenal dengan nama Siti Inggil Trowulan Mojokerto (Situs Siti Inggil) dan Candi Siti Inggil. Jadi kalau minta panduaj Google Maps bisa menggunakan tiga nama tersebut.
Siti Inggil memiliki arti tanah (siti) tinggi (inggil). Disebut Tanah Tinggi karena dianggap sebagai tempat yang sakral dan mulia sebab keberadan makam Raden Wijaya, pendiri dan raja pertama Kerajaan Majapahit.
Area situs Petilasan Raden Wijaya cukup luas dan ada beberapa bagian. Ada satu makam yang lokasinya sedikit jauh terpisah. Makam tersebut adalah makam Makam Mbah Kasan, yang merupakan salah satu guru spiritual Presiden Soeharto.
Ada pula Sanggar Pamujan. Lokasinya agak jauh dari makam Raden Wijaya dan nyesel karena nggak mendekat buat ngambil video dan foto. Yang bikin nyesel lagi adalah kurangnya mengumpulkan informasi hingga baru tahu dari artikel di Radar Majapahit Dot Com jika ada Lumpang Kesucian dan Sumur Tua di situs ini. Kalau liat hasil foto di pencarian Google, jadi keinget sama sumur di makam Raden Rahmat, Sendang, Lamongan.
Nggak hanya di markas Sarang Clover, kalau ada perjalanan ziarah makam dan bawa dupa selalu dapat tugas menyalakan dupa. Pengalaman menyalakan dupa di situs Petilasan Raden Wijaya agak susah. Padahal anginnya nggak terlalu kenceng, tapi dupa susah murup. Sampai tangan panas. Alhamdulillah semua dupa akhirnya bisa dinyalakan. Dari perjalanan ini pula baru tahu kalau aroma dupa Maharaja itu soft banget. Walau jual, jujur belum pernah menyalakan dupa Maharaja di markas Sarang Clover. Padahal ini dupa best seller dan jadi primadona. Yang mau beli bisa beli via Shopee Video ini biar dapat diskon dan gratis ongkir. Hehehe. Promosi dikit boleh lah ya.
Untuk video kunjungan ke Petilasan Raden Wijaya bisa ditonton di sini. Sekian kisah perjalanan sehari di Mojokerto. Mohon maaf jika ada salah kata. Gomawo matur tengkyu buat yang udah mampir dan baca.
0 komentar