Gantung Kupat, Tradisi Bagi Orang Tua Yang Punya Anak Meninggal Dalam Masyarakat Jawa
19:30Gantung Kupat, Tradisi Bagi Orang Tua Yang Punya Anak Meninggal Dalam Masyarakat Jawa
Masyarakat Jawa memiliki banyak tradisi yang hingga kini masih dijaga dan dipraktikkan dalam kehidupan. Uniknya dalam masyarakat Jawa itu sendiri terbagi-bagi dalam berbagai tradisi yang hampir sama bahkan berbeda. Salah satunya adalah tradisi saat Lebaran atau Hari Raya Idulfitri.
Dalam tulisan kali ini, saya akan berbagi tentang tradisi Lebaran yang ada di daerah saya. Di Malang, Jawa Timur. Tepatnya di daerah Wates, Kecamatan Poncokusumo. Pada umumnya tradisi di sini seperti yang akan saya ulas dalam tulisan ini. Namun, tulisan kali ini lebih terfokus pada tradisi di keluarga kami.
Tradisi Lebaran di daerah kami sedikit berbeda dari tempat lain pada poin sajian di hari H Lebaran. Pada umumnya, sajian utama saat Lebaran adalah ketupat beserta lauk pauknya. Tapi, tidak demikian di tempat kami. Ketupat dan lauk pauknya tidak akan ditemui di hari H Lebaran. Kenapa begitu? Mari kita bahas ya.
Sama seperti umumnya, ritual perayaan Lebaran atau Idulfitri dimulai dengan gema takbir pada hari terakhir Ramadan. Lalu, keesokan harinya umat islam berbondong-bondong untuk bersama-sama menjalankan salat id. Kebanyakan orang, setelah salat id akan langsung ke makam untuk melakukan ziarah. Tradisi ziarah ini ada pula yang menjalankan di hari terakhir Ramadan. Namun, mayoritas berziarah setelah salat id. Karena, menurut kepercayaan, setelah takbir berkumandang, arwah yang selama Ramadan berada di rumah telah kembali ke makam. Jadi, jika berziarah sebelum Lebaran dipercaya tidak akan bertemu dengan arwah leluhur dan sanak saudara yang sudah meninggal. Karenanya mayoritas berziarah setelah salat id.
Ritual selanjutnya tentu saja saling bermaaf-maafan dimulai dari keluarga sendiri, lalu berlanjut ke tetangga dan sanak saudara. Orang-orang di lingkungan saya, seringnya mudik setelah salat id dan bersilaturahmi dengan tetangga sekitar. Karena di tempat tinggal saya ada beberapa pendatang.
Lalu, jika tidak ada ketupat dan kawan-kawannya, di hari H Lebaran apa sajiannya?
Di hari H Lebaran, sajian yang utama pasti kue lebaran yang beragam macamnya sesuai selera si pemilik rumah. Nggak jauh-jauh dari kue kering seperti nastar dan kastengel. Kalau di desa seperti di tempat saya, biasanya ada rengginang dan berbagai jenis kerupuk. Untuk minuman, karena sudah modern, jadi yang disajikan adalah minuman gelasan. Umunya teh dan air mineral. Kalau dulu, ada teh dalam poci yang disajikan dalam nampan beserta gelas-gelas kosong. Tamu yang minat bisa menuang sendiri. Atau kadang, tuan rumah membuat sajian minuman setelah bertanya si tamu mau minum apa.
Jarang orang menyajikan menu berat, karena tamu jarang yang dijamu dengan makan besar, kecuali si tamu adalah kerabat dekat. Untuk sajian makan besar, umumnya adalah jangan pedes atau sayur pedas, kulupan, nasi empok, dan kerupuk. Jangan pedes bisa berisi ayam kampung atau tahu, tempe, dan ikan laut seperti tongkol. Isi sayur sesuai selera si punya rumah dan keluarga besarnya. Di rumah nenek dari Ibu, setiap Lebaran selalu menyembelih ayam kampung untuk menjamu anak cucunya yang datang untuk sungkeman. Kalau di rumah saya sendiri, Ibu seringnya membuat jangan pedes dengan isian tahu, tempe, dan ikan tongkol. Karena Ibu tahu, saya nggak terlalu suka sama ayam kampung. Hehehe.
Lalu, kapan ketupat disajikan?
Dalam masyarakat kami ada istilah Riyoyo Lontongan atau Kupatan. Biasanya jatuh pada hari keenam bulan Syawal. Ada sebagian orang yang H+1 Lebaran kembali berpuasa yaitu puasa Syawal selama enam hari. Nah, di hari keenam Riyoyo Lontongan digelar. Masyarakat mulai membuat ketupat, lepet, dan lontong di hari keenam. Ada pula yang membuatnya di hari-hari setelah hari keenam. Karena adat dan tradisi di tiap desa di tempat kami berbeda. Di desa-desa lain ada yang perayaan selalu lebih satu hari dari tempat kami. Golongan masyarakat ini disebut golongan aboge. Mungkin lain kali saya akan bahas tentang golongan aboge setelah mendapatkan informasi lebih detail.
Jika menuruti tradisi terdahulu, selamatan saat Riyoyo Lontongan dilaksanakan pagi-pagi sekali. Saling memberi hantaran berisi ketupat, lontong, dan lepet beserta lauk pauk di pagi hari. Namun, seiring berkembangnya zaman, banyak pula yang menggelar selamatan di siang atau sore hari. Bahkan untuk menghindari mubazirnya makanan karena terlalu banyak hantaran, sistim selamatan sekarang dijalankan dengan cara kelompokan. Yaitu dilaksanakan pada satu hari yang sama, masing-masing rumah membawa satu paket hantaran berisi ketupat, lontong, lepet dan lauk pauknya, lalu dikumpulkan di musala dan bersama-sama menggelar doa. Selesai doa bersama, masing-masing orang mengambil satu hantaran secara acak.
Ada satu tradisi yang dilakukan saat Riyoyo Lontongan/Kupatan yaitu Tradisi Gantung Kupat. Namun, tidak semua orang menjalankan tradisi ini. Tradisi Gantung Kupat hanya dilakukan keluarga yang memiliki anak meninggal pada usia bayi dan anak-anak. Misalnya, wanita keguguran.
Tradisi Gantung Kupat adalah menggantung ketupat, lontong, dan lepet beserta lauk berupa kepala, sayap, dan ceker ayam yang digoreng. Kesemuanya digantung menjadi satu di pintu rumah.
Tujuan Gantung Kupat adalah diperuntukkan pada bayi dan anak-anak yang sudah meninggal. Riyoyo Lontongan juga dipercaya sebagai hari raya bagi bayi dan anak-anak yang sudah meninggal. Saat keluarga yang masih hidup atau ibu pada khususnya membuat Gantung Kupat, makan arwah bayi dan anak-anak akan mendapatkan hantaran yang bisa mereka makan dalam perayaan. Mereke berpesta dan memakan hantaran masing-masing.
Jika orang tua dari bayi atau anak-anak yang sudah meninggal tidak melakukan tradisi Gantung Kupat, maka di alam sana mereka tidak akan mendapatkan hantaran. Mereka menunggu perayaan selesai, lalu memungut sisa-sisa makanan untuk dimakan atau sekadar dijilati. Menyedihkan sekali ya. Karenanya, disarankan bagi orang tua yang memiliki bayi atau anak meninggal baiknya melaksanakan tradisi Gantung Kupat agar anak-anak mereka bisa turut bersuka cita dalam perayaan Riyoyo Kupat.
Demikian tradisi Lebaran di tempat kami. Bagaimana di tempat teman-teman? Apakah ada yang sama dengan di tempat kami?
0 komentar