Review Buku I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki 2 Karya Baek Se Hee

05:16

 I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki 2 - Baek Se Hee



"Jika satu orang memiliki berbagai sosok kepribadian, salah satu diantaranya pasti pernah membuat kesalahan. Setidaknya sekali."


• Judul: I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki 2

• Penulis: Baek Se Hee

• Tahun terbit: Cetakan pertama, Agustus 2020

• Penerbit: Penerbit Haru

• Jumlah halaman: 232 hlm ; 19 cm

• ISBN: 978-623-7351-47-4


I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki 2 adalah lanjutan dari buku esai karya Baek Se Hee yang berjudul I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki. Sama seperti buku pertama, buku merupakan rangkuman lanjutan dari perjuangan Baek Se Hee untuk sembuh dari distimia.


Sebelum membaca buku kedua ini, saya kembali membaca buku pertama I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki agar feel-nya lebih dapet dan lebih urut dari awal Baek Se Hee membagikan perjalanan pengobatannya. Awalnya saya memiliki target untuk membaca buku kedua ini dengan cepat, tapi nyatanya tidak sesuai harapan. Saat perasaan sedang baik, justru enggan membaca buku ini. Tapi ketika perasaan kurang baik, justru semangat membaca karena merasa saya memiliki teman yang mengalami hal yang sama. Harapan Baek Se Hee terwujud, buku yang ditulisnya, benar-benar membuat saya tidak merasa sendirian, bahwa jauh di Korea Selatan sana ada gadis yang memiliki kisah hampir sama dengan saya. Beruntungnya Baek Se Hee akhirnya mendapat bantuan dari ahli yang berwenang.



Buku I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki 2 lebih membuat perasaan campur aduk. Baek Se Hee membagikan kisah dan pemikirannya yang ekstrim termasuk keinginan untuk bunuh diri dengan melompat dari lantai paling atas. Ketika membaca bagian tersebut, hati saya merasa sakit karena teringat kejadian di masa lalu, kejadian yang sama seperti yang dialami Baek Se Hee. Yap, sama seperti Baek Se Hee, saya pernah hampir melompat dari atap dan setelah menyadarinya hanya bisa menangis tersedu.


Baek Se Hee juga membagikan cerita dirinya yang gemar melukai diri sendiri. Lagi-lagi saya merasakan sakit yang sama karena di masa lalu pun pernah berada di fase tersebut: gemar melukai tangan sendiri.


Pemikiran ekstrim yang dibagikan Baek Se Hee beberapa bagian saya juga merasa sama. Jadi ketika membaca seri kedua ini membuat saya kembali berjalan ke masa lalu, melihat bagaimana diri sendiri di masa lalu dan tentu lebih mengena dibanding ketika membaca buku pertama.



Dari kisah yang dibagikan Baek Se Hee, saya mengambil banyak tips yang bisa diterapkan untuk mengatasi kondisi saat mental sedang kurang baik. Jujur saja saya merasa iri karena Baek Se Hee berani mengambil langkah untuk meminta bantuan ahli. Sedang saya hanya terus mempertimbangkannya, bahkan memilih mundur ketika surat rujukan sudah di tangan. Banyak hal yang menjadi pertimbangan, salah satunya saya takut mengonsumsi obat yang diresepkan. Terlebih setelah membaca pengalaman Baek Se Hee pada bagian mengonsumsi obat yang memunculkan beberapa efek samping. Di sisi lain, ada keinginan untuk berobat ke psikiater. Saya ingin menjadi berani seperti Baek Se Hee, walau entah kapan itu bisa terjadi.


"Alasan depresi saya terlihat jelas sekarang. Sepertinya memang tidak ada depresi tanpa penyebab."


Hubungan sebab-akibat yang dijabarkan Baek Se Hee beberapa saya pun merasakan dan mengalaminya. Lagi-lagi Baek Se Hee lebih beruntung karena berani keluar dari zona aman, sedang saya masih berada dalam lingkaran yang sama. Kemudian banyak hal yang dibagikan Baek Se Hee yang membuat saya merasa optimis bahwa saya pun pasti bisa melalui fase-fase kelam yang kadang masih menghampiri. Bahwa saya pun berhak bersinar dan memiliki sisi bersinar yang mungkin belum bahkan tidak saya sadari.


Setelah selesai membaca buku kedua ini, turut merasa ringan karena menyadari mungkin akan ada satu masa yang kembali membuat saya terpuruk tapi karena sudah memahami bagaimana kondisi diri sendiri, pasti bisa menerima dan melaluinya dengan baik. Terima kasih Baek Se Hee-ssi karena telah menulis buku bagus ini. Anda benar-benar membuat saya tak merasa berjuang sendiri.


"Aku merasakan kebencian terhadap diri sendiri yang sama parahnya dengan rasa mengasihani diri sendiri yang pernah kurasakan. Walau begitu, aku menerima hal itu sebagai bagian dari diriku."

You Might Also Like

0 komentar

Total Pageviews