Tomboan - Situs Patirtaan Ngawonggo

17:25

 Tomboan - Situs Patirtaan Ngawonggo



Pelarian segala resah, monggo singgah.
(Mengutip dari postingan Instagram Tomboan @tomboan_)


Setelah tiga tahun berlalu, akhirnya bisa kembali mengunjungi Situs Patirtaan Ngawonggo. Alhamdulillah.

Tiga tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 15 Oktober 2017, saya sudah pernah mengunjungi Situs Patirtaan Ngawonggo. Saat itu kalau nggak salah masih viral-viralnya situs sejarah ini. Silahkan baca aja di sini.

Pada tahun 2017 saya mengunjungi situs dari jalur selatan, sedang pada 20 September 2020 lalu, saya memilih lewat jalur utara. Tepatnya melalui Desa Tenggeran. Kalau jauh dekatnya sih menurut saya sama. Hanya saja jalur utara asing sekali buat saya. Seperti sebelumnya harus nanya beberapa kali ke warga untuk sampai ke lokasi Tomboan.


Kenapa namanya jadi Tomboan? Nah ini, saya mohon maaf karena tidak sempat mewawancari narasumber tentang kenapa nama situs sekarang diperkenalkan sebagai Tomboan. Kalau dari arti kata bisa saja situs menjadi tempat berobat atau mencari obat.

Saya pikir yang namanya situs sejarah nggak akan ramai pengunjung terlebih masih di masa pandemi pasca PSBB. Jujur saat memutuskan untuk keluar kandang agak deg-degan, tapi yang penting sudah menerapkan protokol kesehatan dengan pakek masker dan jaga jarak, insyaa Allah aman. Saat sampai di lokasi, tempat parkirnya masih sama dengan tempat parkir yang dulu. Hanya saja sekarang lebih teratur dan tertata rapi. Untuk biaya parkir seikhlasnya. Terserah mau ngasih berapa. Nggak ada tarif, tapi kendaraan kita dijaga dengan baik oleh warga yang bertugas.

Nyampek lokasi parkir bikin kaget. Ternyata ramai! Nggak hanya motor, tapi ada beberapa mobil juga. Perkiraan saya salah. Situs sejarah pun sekarang sangat diminati sebagai tujuan wisata, dan mungkin karena pasca PSBB jadi pengunjungnya agak membludak.

Tampilannya semakin apik. Udah ada gerbang yang terbuat dari kayu sebagai pintu masuk area Tomboan. Karena masih dalam masa pandemi, di depan pintu masuk disediakan tempat untuk cuci tangan. Para pengunjung yang mau masuk diharap cuci tangan dahulu, walau nggak ada yang jaga ya dimohon kesadarannya. Kita lho udah disediain fasilitas, gratis pula. Moso tinggal cuci tangan aja nggak mau.




Jalan masuk juga udah lebih rapi. Sayangnya pohon kopi lagi nggak berbunga. Jadi kedatangan kami nggak disambut sama aroma wangi bunga kopi seperti tiga tahun yang lalu. Oya, kalau tiga tahun yang lalu saya pergi berdua aja sama Mbak Siti Maimun, hari Minggu lalu saya pergi bersama beberapa penghuni Sarang Clover. Jadi agak banyak pasukan yang dibawa. Hehehe.

Di sepanjang jalan masuk ada beberapa spot yang bisa digunakan. Mohon maaf saya tidak ada gambar karena lokasi sangat ramai  hingga sulit untuk menunggu sepi.

Setelah jalan menurun tiba di area utama pertama berupa tanah lapang yang luas di bawah rerimbunan hutan bambu. Di sini makin ramai karena ada deretan sepede gunung yang diparkir. Banyak pecinta gowes yang juga sedang mengunjungi lokasi. Di area ini juga bangunan musala dan toilet udah jadi. Nah fasilitas gratis lagi nih buat kita. Jadi yang kebelet pipis nggak usah khawatir karena udah ada toilet. Yang mau salat pun musala udah tersedia. Bangunan musalanya terbuat dari bambu, pun dengan toiletnya.



Kafenya ada di sisi kanan dari jalan masuk. Bangunan yang dulunya saya pikir bakalan jadi basecamp. Ruame banget kafenya, jadi kami langsung ambil jalan di sisi kiri dan mulai menyusuri hutan bambu untuk menuju lokasi patirtaan.

Aturan sudah diperjelas. Sebelum masuk jembatan udah ada tulisan larangan masuk bagi wanita yang sedang berhalangan atau hamil dan satunya mohon maaf saya lupa. Nanti tonton saja di videonya ya. Hehehe.

Nggak banyak yang berubah di area ini. Tapi karena saya datang kemarin masih bulan September yang belum ada hujan sama sekali, jadi di lokasi lebih kering. Bahkan air sungainya pun menyusut. Lalu area sungai setelah jembatan sekarang tidak difungsikan untuk warga lagi. Tiga tahun lalu saya ketemu mbah-mbah lagi nyuci di kali. Hehehe.

Di area patirtaan tidak seramai di area seberang, tapi masih ada aktivitas beberapa orang termasuk rombongan saya. Bersih dan rapinya masih sama. Malahan lebih rapi sekarang. Dan, kalau tidak salah sekarang pengunjung yang ingin berwudu atau cuci muka di area patirtaan udah bisa. Baik itu di patirtaan pertama, kedua, dan ketiga. Kolamnya memang ada tiga.



Konon katanya para calon raja atau calon penguasa diujinya ya di patirtaan ini. Kalau mereka lolos di kolam pertama, mereka bisa lanjut ke kolam kedua. Jika lolos di kolam kedua, baru bisa ke kolam ketiga atau kolam tertinggi.



Karena lokasi kolam ketiga agak jauh, jadi jarang orang yang berkunjung sampai sana. Biasanya hanya sampai pada kolam kedua saja. Jika teman-teman berkunjung ada baiknya mengunjungi ketiganya karena ada di satu jalur dan mudah ditemukan.



Dulu di dekat kolam ketiga ada jembatan, tapi udah nggak ada lagi. Kata Mas Yasin jembatannya udah ambyuk alias roboh. Jadi harus balik jalan untuk kembali ke seberang. Nah, harusnya saya ambil video atau foto dari seberang. Tapi ramai sekali dan suasananya lumayan terik jadi bikin saya agak ngos-ngosan dan gemetaran. Hehehe. Jadilah setelah ke lokasi patirtaan balik ke area utama.

Niatnya pengen santai-santai di kafenya. Eum, bukan kafe sih. Ya Tomboan itu namannya. Kalau nggak salah ya. Karena nggak bisa wawancara sama Mas Yasin seperti tiga tahun lalu. Lokasi sangat ramai dan Mas Yasin harus tugas menyambut tamu yang datang. Tapi alhamdulillah masih sempat bertegur sapa dengan Mas Yasin walau hanya sebentar saja. Sempat akan dicarikan kursi, tapi nggak bisa. Full. Hehehe.

Baiknya kalau mau ke Tomboan pesen tempat dulu H-2 sebelum ke lokasi. Informasi lengkap tentang Tomboan bisa cek Instagram-nya di @tomboan_

Syarat makan di Tomboan pun ndak ada ditarik biaya. Katanya bayar seikhlasnya. Sajiannya pun menu-menu khas Jawa, makanan Jawa juga minuman Jawa. Kepoin Instagram-nya aja ya. Nyesel juga nggak sempet cobain sajian khas Tomboan. Heuheuheu. Next time lebih baik pesan tempat dulu aja biar aman.

Oya, situs Patirtaan Ngawonggo ini dibangun pada tahun 944 Masehi dan merupakan peninggalan dari Mpu Sindok.

Jujur ya, saya lebih suka suasana Tomboan yang dulu. Damai dan asri. Enak banget dibuat nyepi. Mungkin kalau datengnya nggak pas tanggal merah atau liburan, kita masih bisa mendapatkan suasana yang damai dan tenang itu.

Salut banget sama pihak pengurus karena apa-apa di Tomboan serba gratis, seikhlasnya. Parkir seikhlasnya. Makan dan minum pun seikhlasnya. Nikmat Tuhan mana yang kau dustakan. Semoga para pengurus diberi kesehatan, panjang umur, dan kelimpahan rezeki juga kebahagiaan. Agar Tomboan bisa terus berjalan hingga bisa dikunjungi anak cucu cicit kita kelak. Karena Tomboan adalah aset sejarah Malang, sejarah Indonesia. Terima kasih kepada seluruh pengurus Tomboan atas sambutan hangat dan segala fasilitasnya. Semoga makin jaya.

Oiya lupa! Tomboan atau situs Patirtaan Ngawonggo ini terletak di Desa Nanasan, Tajinan. Mau lewat selatan atau jalur Wajak oke. Mau lewat jalur utara lewat Tajinan pun monggo. Mari berwisata sambil mengenal sejarah Malang.

Sekian catatan perjalanan saya. Mohon maaf jika ada salah kata. Semoga bermanfaat. Terima kasih yang udah mampir.

Untuk versi videonya bisa ditonton di sini


Tempurung kura-kura, 14 Oktober 2020.
- Kurayui -

You Might Also Like

0 komentar

Total Pageviews