Diary #DiRumahAja - Apa Kabarmu Di Tahun 2020?
14:03Diary #DiRumahAja - Apa Kabarmu Di Tahun 2020?
Apa kabar shi-gUi di tahun 2020 yang penuh kejutan ini? Yuk, kita berbagi!
Welcome to my curious way!
Apa kabar shi-gUi? Semoga kita semua selalu dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa, diberi kelimpahan berkah berupa kesehatan dan kebahagiaan. Aamiin....
Selama tahun 2020 ini bagi kita semua menjadi hampir satu tahun yang penuh kejutan. Sayangnya kejutan di sini lebih banyak ke hal yang nggak enak karena di tahun 2020 ini kita hidup di masa pandemi sejak makhluk mungil bernama corona muncul di muka bumi.
Sebelumnya saya berpikir all will be fine here, walau corona dinyatakan sudah masuk Indonesia, karena saya tinggal di desa. Namun, keyakinan saya dipatahkan dengan fakta tentang pelacakan pertama yang ada di sini. Kala itu karena ada salah satu warga dari salah satu desa di kecamatan kami yang baru pulang dari luar negeri. Saya sempat berpikir bahwa semua bakalan baik-baik saja karena di desa tempat saya tinggal, setahu saya nggak ada yang demen main keluar negeri. Namun saya mengabaikan jika banyak warga di kecamatan kami yang bekerja di luar negeri dan kebetulan desa tempat saya tinggal adalah pusat dari segala aktivitas umum. Dari situ keyakinan saya mulai goyah. Saya tidak bisa bersantai-santai karena corona bisa saja sampai ke desa kami. Sejak hari itu saya berusaha meningkatkan keamanan untuk diri sendiri dan keluarga.
Karena saya ada anxiety, hidup di tengah pandemi tentu tidak mudah. Terlebih saya bekerja di toko yang lokasinya berdekatan dengan puskesmas. Mau tidak mau kadang informasi tentang penyebaran corona di kecamatan kami pasti akan masuk ke telinga saya. Bersyukur juga akan kondisi itu karena bisa jadi lebih berhati-hati dengan mengetahui penyebaran corona di wilayah kami. Tapi anxiety kadang masih suka usil hingga membuat saya parno sendiri, takut ini takut itu. Bahkan saya sempat berpikir gimana kalau selama PSBB toko ditutup saja. Tapi, kalau toko tutup total, dapat penghasilan dari mana untuk kebutuhan sehari-hari.
Anxiety membuat saya sering merasakan gejala palsu. Itu sangat menyiksa. Lelah secara fisik dan mental. Bahkan saya sempat berpikir, apakah saya bisa melewati tahun ini? Apakah saya akan selamat? Pikiran-pikiran buruk menjadi lebih sering mendominasi. Saya tahu hal itu tidak boleh karena bisa menurunkan imunitas tubuh saya. Tapi, kadang pikiran-pikiran buruk mulai muncul dan berusaha mendominasi. Hampir setiap hari saya harus berperang melawan diri sendiri. Menepis pikiran buruk dan berusaha sebanyak mungkin menghadirkan hal-hal indah dalam pikiran. Imun saya tidak boleh turun di tengah pandemi. Hanya itu tekad saya.
Saya memiliki ketakutan yang kurang lebih sama dengan orang-orang yang hidup di masa pandemi ini. Hanya saja tingkat keparnoan saya mungkin sedikit lebih tinggi dari orang pada umumnya. Atau bahkan sama?
Seperti yang saya tulis di atas, setelah keyakinan saya dipatahkan oleh fakta tentang corona, hidup saya jadi sedikit tidak tenang. Terlebih saat aturan PSBB akan mulai diterapkan. Banyak orang yang sebelumnya bekerja keluar pada balik ke kampung halaman masing-masing. Mohon maaf, saya sempat protes akan kondisi itu. Nggak bisa kah mereka stay di tempat mereka bekerja aja? Namun, setelah berpikir ulang, jika saya di posisi mereka pun saya pasti akan melakukan hal yang sama. Menganggur di kampung halaman adalah pilihan yang tepat dibanding tetap tinggal di perantauan tanpa kepastian. Mohon maafkan atas keegoisan saya ini.
Karena semakin banyak yang kembali ke desa, pelacakan dilakukan hampir setiap hari. Bagaimana saya tahu? Karena toko saya bekerja sama dengan puskesmas yang lokasinya berdekatan. Jadi, beberapa blangko ditinggal di toko untuk digandakan jika sewaktu-waktu diperlukan. Pun demikian dengan blangko pelacakan covid-19. Blangko untuk data dan pernyataan isolasi mandiri pun saya ikut simpan. Setiap hari menggandakan dengan jumlah yang luar biasa karena banyaknya yang pulang kampung dan harus di data.
Setiap kali melihat petugas mengenakan APD untuk melakukan pelacakan, hati saya ngilu. Pemandangan yang biasanya hanya ada di sosial media atau di televisi, saya bisa melihatnya di depan mata. Lalu, adanya kasus reaktif hingga akhirnya muncul kasus positif pertama di kecamatan kami, di desa saya. Kasus yang membuat pro dan kontra. Ada yang mengatakan sakitnya bukan covid melainkan demam berdarah. Ada yang mengatakan positif covid. Untungnya kejadian di sini tidak separah seperti yang banyak diberitakan di media sosial dan televisi walau ada pro dan kontra.
Karena protokol kesehatan yang diterapkan, saya pun jadi makin gila kebersihan. Sebenarnya hal ini patut disyukuri, tapi beberapa mengatakan saya lebay. Hahaha.
Masker dan hand sanitizer saya udah pakai jauh sebelum corona menyerang bumi. Jadi bukan hal baru. Yang baru adalah membuat cairan disinfektan sendiri yang saya gunakan untuk menyemprot toko setiap mau tutup. Satu lagi, jika sebelumnya pulang kerja saya hanya wudu lalu ngaso, sejak pandemi dan udah ada kasus positif di sini, setiap kali pulang kerja saya langsung mandi dan ganti baju. Padahal sebelumnya satu baju dipakai untuk dua kali kerja. Sejak corona merajalela, tiap hari jadi ganti. Sisi positifnya saya jadi lebih bersihan lagi. Hehehe.
Tapi kadang keterlaluan. Saya nggak suka kalau ada orang naruh uang sembarangan terlebih di tempat khusus seperti kamar. Pasti uangnya saya semprot hand sanitizer atau desinfektan dulu. Pun juga dengan tempat yang digunakan untuk menaruh uang. Setiap kali ada pengunjung, setelah pengunjung pulang, saya menyemprot ruang tamu dengan desinfektan. Begitu juga dengan meja, kursi, dan gagang pintu. Saya pun langsung membuka pintu agar sirkulasi udara berjalan dengan baik.
Saya jengkel sekali kalau ada pengunjung yang datang tanpa menggunakan masker, batuk-batuk atau bersin-bersin di ruang tamu. Rasanya ingin berteriak pada mereka, Hai yang sopan dong! Tapi hanya bisa menelan kata-kata itu dan memendam rasa kesal.
Saya yang sebelumnya jarang keluar rumah semakin betah berdiam di rumah. Mungkin ini kejam, tapi saya senang ketika Lebaran dianjurkan tidak ada silaturahmi dan sebagian besar wilayah mematuhinya. Walau saya tetap melakukannya, tapi tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Silaturahmi itu bagus, hanya saja kadang ada hal-hal tak bagus yang terjadi saat silaturahmi. Hal yang tak hanya membuat saya lelah secara fisik tapi juga mental.
Takut membayangkan akan adanya karantina besar-besaran, saya pun menyetok makanan pokok seperti beras dan mie instan. Nyatanya tidak terlalu berguna karena alhamdulillah di tempat saya aktivitasnya termasuk normal. Distribusi sembako normal. Hanya beberapa barang yang menjadi langka seperti Wipol dan vitamin C. Walau ada beberapa jalan tembusan yang ditutup, aktivitas masih normal. Masih banyak pula yang bandel nggak mau pakek masker. Orang-orang ngeyelan yang selalu membuat saya kepikiran, "Andai punya Death Note. Akan saya tulis nama mereka di sana."
Untuk urusan pekerjaan, di awal-awal PSBB saya belum merasakan hasilnya. Tiga bulan pertama itu masih bisa dibilang normal karena ada penurunan karena sekolah diliburkan. Bulan keempat mulai terasa. Mulai tidak bisa menggaji diri sendiri. Beberapa rekan memutuskan kerja sama dengan toko. Penghasilan semakin menurun. Sempat merasa ingin menyerah aja. Tutup dulu sementara. Tapi mikir lagi, kalau nggak kerja dapat pemasukan uang dari mana? Akhirnya memilih tetap bertahan. Kondisi semakin menurun hingga di bulan ke-11 ketika saya membuat tulisan ini.
Untuk mengatasi kondisi keuangan, saya menerima tawaran teman-teman untuk menjadi reseller. Alhamdulillah di saat saya kesulitan, masih ada orang-orang baik yang mengulurkan tangan pada saya. Sebelumnya saya selalu menolak jika diajak bergabung untuk jadi reseller, karena gaji mencukupi dan saya malas promosi. Kondisi memaksa saya untuk bekerja lebih keras lagi agar tetap bisa mendapatkan penghasilan. Alhamdulillah bisa mendapatkan pemasukan jadi hasil menjadi reseller. Jadi reseller ini pun yang jalannya lancar hanya jualan makanan.
Saya yakin bukan hanya saya yang tertatih di masa pandemi ini, dan pasti banyak yang lebih tertatih daripada saya. Saya lebih beruntung karena hidup masih menumpang orang tua. Walau nggak gajian masih bisa makan tiap hari. Terima kasih Ibu, Bapak. Maafkan anakmu yang masih saja merepotkan ini.
Semoga saja corona segera pergi dari bumi. Agar kehidupan bisa kembali normal. Saya yakin Tuhan tidak akan menguji kita di luar kemampuan kita. Mari sama-sama berjuang dan bertahan, berdoa agar kondisi ini segera berlalu.
Mohon maaf jika ada salah kata. Terima kasih.
Tempurung kura-kura, 23 November 2020.
- Kurayui -
0 komentar