Doppelgänger Salah Satu Penghuni Markas Sarang Clover

16:16

 Doppelgänger Salah Satu Penghuni Markas Sarang Clover

 


Katanya tiap orang punya kembaran bukan sedarah yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Masing-masing orang disebut memiliki tujuh kembaran tak sedarah. Kalian percaya? Atau sudah pernah bertemu dengan kembar tak sedarah kalian? Menyenangkan kah momen itu?

Tur kali ini, aku akan membawa kalian pada salah satu kisah yang masih terjadi di markas besar Sarang Clover. Tepatnya pada tahun 2020 lalu, saat new normal mulai diberlakukan. Kalian siap?

Kupikir menggunakan istilah Doppelgänger akan lebih mudah dipahami. Walau sebenarnya aku merasa sedikit ngeri menggunakan istilah ini. Karena menurut artikel yang aku baca, Doppelgänger seringnya dianggap menjadi pertanda buruk. Jika kalian penasaran, cari saja informasinya. Aku nggak akan membahasnya di sini. Tapi singkatnya, orang sering menyebut Doppelgänger sebagai muka ganda.

Baiklah! Mari kita mulai tur hari ini!


Tidak ada pertanda aneh sebelum kejadian. Semua berjalan normal. Hingga menjelang tengah malam ketika kebiasaan Rara muncul mengusik jam tidurnya. Di tengah jam tidurnya, Rara biasa terbangun untuk buang air kecil. Malam itu pun demikian. Ia terbangun dan kejadian tak biasa itu menyapanya.

Rara terbangun jelang tengah malam karena panggilan alam. Sebelum membangunkan Ibu yang tidur sekamar dengannya, ternyata Ibu sudah bangun lebih dahulu. Tanpa curiga Rara pun turun dari ranjang, menyalakan lampu dapur dan bergegas menuju kamar mandi. Di belakangnya, Ibu mengikuti. Ritual biasa yang sering dilakukan Rara dan Ibu setiap kali Rara terbangun karena kebelet pipis.
Sebelum masuk ke kamar mandi, Rara melihat Ibu minum air putih di dapur. Katanya, itu hal yang biasa Ibu lakukan setiap kali mengantarnya ke kamar mandi. Namun, Rara merasa ada yang janggal, cara Ibu minum tak seperti biasa. Ia mengabaikannya dan buru-buru buang air kecil.

Selesai memenuhi ritual panggilan alam, Rara keluar dari kamar mandi dan menemukan Ibu sudah duduk di dapur. Lagi-lagi hal yang biasa Ibu lakukan setiap kali menunggunya. Lalu, Rara bertanya apakah Ibu akan buang air kecil. Katanya, Ibu hanya menjawab dengan gumaman, "Mm", dan menganggukkan kepala. Ditanya soal lampu apakah dimatikan atau tidak pun responnya sama. Rara pun kembali ke kamar tanpa curiga.

Keesokan harinya, usai salat subuh, Rara menyadari jika ada yang berbeda. Di pagi buta itu, Ibu mengenakan daster hijau, bukan setelan baju tidur warna pink seperti yang ia lihat semalam. Rara pun bertanya, "Kapan Titi ganti baju? Semalam kan Titi pakek setelan baju tidur pink. Kok sekarang pakek daster hijau?" Rara biasa memanggil Ibu dengan panggilan Titi.

Ibu menjawab dengan santainya, "Dari semalem aku pakek daster ini."

Rara bingung. Jelas-jelas semalam Ibu yang mengantarnya buang air kecil mengenakan setelan baju tidur warna pink. Merasa ada yang salah, Rara pun menceritakan kejadian semalam. Tentang Ibu yang bangun lebih dulu sebelum ia bangunkan dan kemudian mengantarnya buang air kecil hingga selesai.

"Kapan kamu bangunin aku buat minta anterin pipis? Semalem tidurku nyenyak banget. Nggak kebangun sama sekali," jawab Ibu.

Rara pun ngotot. Kembali menceritakan kronologi kejadian semalam. Bahkan, Bapak yang tidur di ruang tengah membenarkan cerita Rara. Karena, Bapak juga melihat Ibu berjalan di belakang Rara dan kemudian duduk di dapur usai minum. Bapak hampir selalu terbangun saat Rara terbangun untuk buang air kecil. Malam itu pun kebetulan Bapak terbangun. Bahkan, Bapak melihat Ibu masuk ke kamar mandi, keluar lagi, dan kemudian kembali ke kamar.

Ibu yang nggak kebangun sama sekali pun ngotot membela diri. Setelah saling adu cerita dan pengakuan, suasana pagi di dapur markas mendadak hening dan terasa dingin nggak nyaman. Aku yang hanya menyimak merasa merinding. Semalam apa aku terbangun juga?


 

Aku pun menceritakan pada Tunjung tentang kejadian tak biasa yang dialami Rara. Siang itu juga Tunjung langsung mengunjungi markas. Sering mendengar cerita atau melihat dalam film-film horor, sangat mengerikan jika ada yang berpenampilan menyerupai orang yang kita kenal. Terlebih yang tinggal di atap yang sama. Aku nggak mau teror itu terus berlanjut dan meminta bantuan Tunjung. Walau malam itu Rara tak dilukai, akan sangat mengerikan jika teror seperti itu terus berlanjut.

Sesampainya di markas dan memeriksa keadaan, Tunjung menghela napas pelan. Membuatku semakin penasaran dan mendesaknya untuk bicara.

"Tenang. Itu bukan hantu. Tapi, arwah dari orang yang baru meninggal. Hari ini tujuh harinya kan? Sepertinya mau pamitan!"

DEG. Jantungku seolah terjun bebas ke lantai mendengarnya. Mengingat tentang seseorang yang meninggal itu, memang dia memiliki setelan baju yang warnanya sama seperti setelan baju tidur punya Ibu. Postur tubuh dan model rambutnya pun hampir sama dengan Ibu. Wajar jika semalam Rara dan Bapak mengira itu adalah Ibu.

"Kamu nggak di sini kenapa dia ke sini?" Tanyaku pada Tunjung. Karena, adanya arwah datang ke markas memang bukan yang pertama. Seringnya mereka ingin berkomunikasi dengan Tunjung.

"Mungkin karena kalian juga kenal," jawab Tunjung santai. "Tapi, nggak papa kok. Kita doain sama-sama aja biar beliau tenang."
Hari itu bersama-sama kami mendoakan almarhum. Alhamdulillah malam berikutnya berjalan normal.


Walau bukan aku yang mengalami, apa yang dialami Rara cukup membekas dan membuatku merasa sedikit trauma. Ketika terbangun di tengah malam dan ingin buang air kecil, ada rasa was-was. Takut jika ada Doppelgänger yang muncul dan kembali membuat keributan. Berharap tidak akan pernah lagi ada kejadian semacam ini. Aamiin. Ngomong-ngomong, bukankah malam itu, beberapa tahun sebelumnya aku juga mengalami hal yang sama? Hingga ketakutan dan nggak berani tidur di dalam tempurung kura-kura hingga peringatan tujuh hari selesai digelar.


Tempurung kura-kura, 09 Maret 2021.

You Might Also Like

0 komentar

Total Pageviews