Our Creepy Story: Tetesan Darah Di Sepanjang Teras Markas Sarang Clover

20:20

 Tetesan Darah Di Sepanjang Teras Markas Sarang Clover



Sihir hitam atau santet sering disebut menggunakan beberapa media seperti tulang ayam hitam, tanah kuburan, kuku dan rambut. Lalu, bagaimana dengan darah? Apakah darah bisa digunakan sebagai media sihir hitam?

Terakhir menulis tentang creepy story adalah pada tahun 2019. Bukannya malas menulis cerita baru, tapi menulis kisah creepy berdasarkan kisah nyata ini sedikit tidak mudah bagi saya. Setiap akan menulis kisah-kisah kami, saya harus meminta izin dahulu kepada si pemilik cerita dan makhluk yang berhubungan dengan cerita tersebut dengan mediasi lewat Tunjung. Seringnya banyak cerita yang ingin saya bagi, tapi tidak mendapat izin publikasi dari yang bersangkutan. Bukan manusia yang mengalami kisah creepy, tapi makhluk yang bersangkutan yang seringnya tidak memberi izin. Atau ada kode etik tersendiri hingga membuat Tunjung melarang saya untuk membagi cerita ke ruang publik.

Setelah vakum selama tahun 2020, akhirnya pada tahun 2021 ini bisa kembali membagi kisah-kisah creepy yang dialami penghuni Sarang Clover. Dimulai dengan hari ini, Kamis, 04 Marer 2021. Creepy story sebelumnya bisa dibaca di:

Storial

Wattpad

- Blog Bilik shytUrtle


Baiklah! Mari kita mulai tur hari ini.


Menjelang akhir tahun 2020 kemarin, penghuni Sarang Clover dikejutkan dengan ditemukannya ceceran tetesan darah di sepanjang teras markas utama. Saya yang selalu stay di markas setiap pagi bertugas membersihkan markas dan toko yang dibangun di depan markas. Selain menjadi lahan bagi saya untuk mencari nafkah, toko di depan markas juga menjadi tempat titip jual bagi penghuni Sarang Clover yang memiliki produk. Karena saya yang selalu stay dan bertugas membersihkan pada pagi dan sore hari, saya jadi lumayan hapal bagaimana kondisi setiap harinya.

Pada hari sebelumnya kondisi lantai teras masih normal. Keesokan harinya pada tanggal 21 Desember 2020, ketika membuka toko saya menemukan sesuatu yang janggal di atas lantai teras toko. Ada bercak-bercak warna merah yang tercecer di sepanjang teras toko hingga teras markas. Awalnya saya pikir itu tetesan saos bakso, karena kalau malam di depan toko yang udah tutup seringnya dijadikan tempat mangkal beberapa tukang bakso. Biasanya emang ada sisa noda bakso, berupa kuah bersaus dan beberapa isinya, kadang begitu.

Tapi, noda yang ada di lantai hari itu aneh sekali. Warnanya merah pekat seperti darah, bentuknya bundar, dan tercecer dengan rapi. Bahkan saya sempat mengukur jarak tetesannya, hampir sama dari satu bercak ke bercak lainnya. Apa ini?? Apakah beneran darah??



Merasa ada yang janggal, saya langsung menghubungi Tunjung. Sekaligus mengirimkan foto dan video dari bercak merah yang tercecer di sepanjang lantai teras. Tunjung langsung mengumpat. Biasanya Tunjung bereaksi seperti itu jika situasi dan kondisi dari kejanggalan itu cukup parah. Saya pun diminta menghubungi Nyai Wening. Sama seperti pada Tunjung, saya mengirimkan pesan berserta foto dan video bercak darah. Nyai Wening pun langsung emosi. Melihat reaksi dua orang 'abnormal' itu, membuat saya mendadak panik karena ngeri. Pasti sesuatu hal yang buruk ini.

Nyai bertanya saya di toko sama siapa dan di markas ada siapa saja. Seperti biasa, saya di toko sendirian. Di markas hanya ada Rara. Orang tua kami kebetulan sibuk hari itu. Lalu, Nyai bertanya siapa kira-kira yang lagi nganggur dan bisa keluar pagi itu juga. Saya menghubungi satu-satunya penghuni Sarang Clover yang menurut saya cukup santai dan bisa keluar pagi itu juga, langsung mengutarakan maksud kenapa saya menghubungi dia.

Nyai meminta kami untuk segera mencari air dari tujuh masjid yang berbeda, kalau bisa pagi itu juga. Lebih cepat lebih baik. Awalnya salah satu penghuni Sarang Clover yang saya hubungi menyanggupi bisa pergi pada pukul sepuluh. Lalu, tiba-tiba dia muncul di markas. Saya lupa pesan Nyai jika dia tidak boleh pergi sendirian. Ternyata penghuni yang saya mintai tolong--sebut saja M--datang ditemani bapaknya. Saya lega. Gusti Allah Maha Asih. Mengirimkan bantuan tak terduga dan memudahkan kami.

Satu lagi pesan Nyai, selama menjalankan tugas untuk mengambil air dari tujuh masjid, tidak boleh berhenti bersholawat. Menurut Nyai, sudah ada 'pasukan khusus' yang ditugaskan untuk menghalangi usaha kami. Sebenarnya saya ingin pergi menemani M, tapi hari itu ada pekerjaan di toko yang harus saya selesaikan. Tidak bisa menemani, saya hanya bisa membantu dengan berdoa. Berharap perjalanan M lancar.

Ndilalah kersane Gusti Allah, prosesnya lancar. Cepet banget M udah dapat air dari tujuh masjid. Saya lega dan senang. Perjalanan M lancar tanpa halangan apa pun. Setelah sampai di markas, baru saya ceritakan pada M alasan kenapa saya memintanya segera mencari air dari tujuh masjid. Karena pagi ini markas mendapat teror berupa ceceran darah di teras.

Bapaknya M nggak percaya. Langsung keluar untuk menengok teras. Awalnga beliau bilang itu cat. Cat warna merah. Cat warna merah? Dari mana? Kami tidak sedang renovasi markas. Di sekitar pun tidak ada yang sedang bermain-main dengan cat warna merah. Namun, setelah diamati lagi, beliau membenarkan itu adalah darah.

Tunjung akhirnya sampai di markas dan langsung mencampur air dari tujuh masjid dan entah melakukan ritual apa. Kemudian saya diminta menyemprotkan air tersebut ke seluruh ceceran bercak darah yang ada di depan markas. Sambil menemani saya, Tunjung terus mengoceh meluapkan kekesalannya karena mendapati markas diteror dengan tetesan darah. Dia terus mengumpat, "Kurang ajar!" Tapi, nggak ada penjelasan lebih detail. Setelah disemprot air, makin kentara jika bercak-bercak itu adalah darah. Bau amis dan anyirnya pun menguar. Membuat perut mual.

Selesai dengan tugas menyemprot bercak darah, kami menghubungi Nyai. Sebelumnya Nyai memberi perintah untuk membersihkan bercak darah tersebut dengan syarat bercak darah dan alat yang digunakan untuk membersihkan termasuk air tidak boleh mengenai tubuh kami. Namun, ketika kami akan melaksanakan proses pembersihan, Nyai kembali menghubungi dan melarang kami menyentuh bercak darah tersebut. "Doakan saja nanti sore hujan. Biar hujan saja yang membersihkan," begitu kata Nyai.

Kami pun berharap hujan turun seperti biasa. Terlebih sore itu langit tertutup mendung kelabu. Kami semakin berharap. Namun, kenyataannya hujan tidak turun hingga lima hari berikutnya. Darah semakin pekat, walau setiap hari sudah disemprot dengan air dari tujuh masjid. Di hari kelima barulah Tunjung menemukan teka-tekinya. Tidak hujan bukan karena faktor alam, tapi karena sengaja dibuat agar tidak hujan alias disarang. Dan penangkal agar tidak hujan itu ditanam di markas kedua. Itu kenapa ketika dicari di markas utama tidak ditemukan. Pasca ditemukan, hujan turun walau tidak terlalu deras.


Kenapa air dari tujuh masjid?


Air dari tujuh masjid yang digunakan untuk berwudu dipercaya dapat menetralisir sihir hitam. Caranya carilah air dari tujuh masjid yang digunakan untuk berwudu. Setiap mengambil air, ucapkan sholawat sebanyak tujuh kali. Boleh mengambil dalam satu botol dijadikan satu atau dalam botol terpisah. Jika mengambil dalam botol terpisah, campur terlebih dahulu sebelum diguyur ke depan rumah atau tempat kerja yang terkena gangguan sihir hitam.


Kenapa menggunakan media darah? Darah apakah itu?


Mohon maaf karena Nyai tidak menjelaskan secara detail kepada saya. Bertanya pada Mbah Google pun tidak menemukan apa-apa. Namun, kata Nyai, "Darah itu najis dan terlebih yang digunakan adalah darah anjing, jadi dobel najis. Jelas tujuannya tidak baik dan bisa berakibat fatal bagi kalian semua penghuni Sarang Clover."


Merinding ketika mendengarnya. Apa salah kami sampai ada yang tega melakukan teror itu? Tujuannya apa?


Bagaimana efeknya?


Efeknya, penghuni Sarang Clover yang selalu dan hampir selalu stay di markas jatuh sakit berjamaah.


Jika ingin menonton pembahasan secara lisan, silahkan tonton [OCS] Teror Ceceran Darah Di Teras Markas Sarang Clover.


Mohon maaf jika ada salah kata. Terima kasih.


Tempurung kura-kura, 04 Maret 2021.

You Might Also Like

0 komentar

Total Pageviews