Review Novel Sabdo Cinta Angon Kasih Karya Sujiwo Tejo
06:48Sabdo Cinta Angon Kasih
Itu seperti cinta. Ndak ilok ditanya kenapa. Because tidak ada alasannya. Kalau sudah ada alasannya, wah, itu sudah bukan cinta lagi. Itu kalkasi.
• Judul: Sabdo Cinta Angon Kasih
• Penulis: Sujiwo Tejo
• Tahun terbit: Cetakan pertama, November 2018
• Penerbit: Penerbit Bentang (PT Bentang Pustaka)
• Jumlah halaman: 252 hlm ; 20 cm
• ISBN: 978-602-291-514-0
Ketahuilah bahwa alam raya tergantung pada senyum pada bakul jamu. Kalau mereka masih bisa tersenyum, itu berarti kita masih boleh optimis pada alam ini.
Padahal bukunya tergolong tipis, hanya 252 halaman, tapi ndak kelar saya baca dalam satu bulan. Bacanya diulang-ulang pada hampir semua bagian buku. Setiap baca bikin mikir wot the kamsud alias apa maksudnya. Sependek pengetahuan saya, dalang demen menggunakan tembung sanepa atau perumpamaan yang kadang sulit dipahami orang awam--dengan IQ rendah macem saya. Karenanya pas mau baca sempet deg-degan dan udah minder duluan.
Manusia harus sanggup membuat musibah dalam arti musibah yang sejati yaitu melepas anak panah atau kehendak tepat ke pusat sasaran atau takdirnya.
Buku ini, yang saya tangkap ya, sebenarnya menceritakan tentang kejadian yang viral di sekitar kita pada masa itu, era sebelum PEMILU 2019. Beberapa peristiwa saya tahu walau nggak mendetail, kebanyakan bikin saya mlongo karena nggak tahu ada peristiwa seperti itu. Kebanyakan yang dibahas tentang isu politik, jadi saya agak ndak mudeng karena kurang mengikuti berita tentang politik.
Dikemas dengan bahasa khas dalang yang menghubungkan dengan peristiwa sejarah dan budaya Indonesia. Dua tokoh utamanya saja makhluk legendaris dari tanah Jawa Sabdo Palon dan dari tanah Sunda Budak Angon. Keduanya memiliki benang merah dengan Mbok Jamu, janda ayu yang disebut-sebut sebagai titisan putri.
Bahasanya sebenernya ya bahasa sehari-hari dan khas Mbah Sujiwo Tejo banget. Tapi karena peristiwa yang dikemas kadang saya ndak tahu dan ndak paham, jadi kurang mudeng hingga harus dibaca ulang lagi. Tapi enjoy pas baca karena jadi tahu tentang beberapa sejarah dan budaya Indonesia yang turut diselipkan dalam cerita.
Tidak ada yang perlu ditakuti. Kalaupun harus ada yang ditakuti hanyalah, ketakutan itu sendiri.
Guyonan khas dalang yang bisa bikin senyum pas baca, lalu bikin kening berkerut pada bagian lainnya karena nggak mudeng. Memberi kita alternatif, pilihan, bahkan anjuran agar bisa melihat satu peristiwa dari banyak sudut pandang yang berbeda-beda hingga bisa memilah dan menemukan inti dari peristiwa yang disajikan. Agak-agak munyeng tapi seneng kalau mudeng sama maksudnya.
Setelah baca jadi merasa malu karena tidak terlalu banyak memahami tentang sejarah budaya negeri sendiri. Buku ini memberi banyak pengetahuan baru tentang hal tersebut karena terselip dalam banyak cerita. Baiknya sering-sering baca buku seperti ini, karya Mbah Sujiwo Tejo khususnya biar paham sama sejarah dan budaya negeri sendiri.
Perempuan bukan tentang yang diucapkan. Perempuan selalu tentang yang tak terucap. Itulah satu-satunya kepastian di dunia.
0 komentar