Fase Monster Berlanjut Sampai Jatuh Sakit Dan Dapat Obat Penenang

03:57

 Tifus Dan Insomnia Kambuh


(Sumber foto: Pixabay)

Setelah tujuh tahun berlalu, tahun ini menjadi tahun bagi saya merasakan perjuangan yang agak keras untuk bisa bangkit kembali dari fase monster berkepanjangan. Dibanding sama tujuh tahun lalu, tentu pertempuran tahun ini lebih mudah dilewati karena sudah mengantongi banyak informasi tentang fase monster. Walau kadang lupa sama informasi itu, tapi masih ada diari yang menyimpan catatan perjuangan yang bisa dibaca kembali untuk dijadikan pegangan.

Pasca asam lambung ngamuk pada dini hari, kondisi fisik dan mental boleh dibilang sudah mulai stabil. Aktivitas bisa berjalan lancar, perasaan juga lebih tenang, rasa cemas yang kadang masih muncul bisa dikendalikan, dan nggak ada keluhan fisik terutama lambung. Kondisi seperti ini bikin happy banget, tapi nggak jarang bikin terlena. Karena makan udah enak, fisik dan mental enak, malah jadi agak teledor.

Tuhan itu amat sangat menyayangi makhluk-Nya. Saat kita hampir tersesat, pasti dikirim pertolongan walau tidak secara langsung. Pasti dikirimi tanda-tanda atau sinyal, tapi kadang kita sebagai makhluk-Nya kurang tanggap bahkan mengabaikan sinyal yang sudah dikirim sama Tuhan. Jadilah kesialan terjadi karena human error. Kira-kira begitulah yang saya alami pada bukan Oktober lalu.

(Sumber foto: Pixabay)

Dimulai pada tanggal 30 September 2022. Karena ada anggota keluarga yang flu, bapil gitu, di hari Jumat ngrasain gejala kayak mau sakit flu. Karena badan agak anget, akhirnya minum obat dan nambah konsumsi minum vitamin C dosis tinggi biar pertahanan ndak makin jebol. Kok gejala lumayan agak kerasa berat, baru nyadar kalau udah masuk fase monster pas tanggal 2 Oktober 2022 datang bulan. Sebelumnya nggak ngrasain tanda-tanda PMS. Pantesan kok keluhan rada aje gile, ternyata tubuh udah masuk fase monster.

Hari Senin alhamdulillah bisa aktivitas lagi, karena hari Minggu full ngaso. Selasa malam, 4 Oktober 2022 tiba-tiba demam lagi. Mulai mau magrib suhu badan naik. Sebelumnya hanya 37,5° sampai 38,5°. Tapi mikirnya masih flu aja dan hari Rabu hanya memilih bed rest, tapi nggak periksa. Kondisi sampai hari Kamis nggak kunjung membaik walau udah full bed rest. Kalau siang badan adem, tapi sakit kepala nggak tertahankan dan posisinya pindah-pindah. Kadang sakit di sebelah kanan doang, kadang di puncak kepala, kadang di sebelah kiri doang. Mikirnya, ini efek menstruasi dan lagi sakit flu. Rasa sakit kepalanya hilang setelah minum obat doang, kalau dibuat aktivitas sedikit aja kerasa lagi. Trus sehabis magrib pasti suhu badan naik sampai 38.5°. Untuk bantu proses penyembuhkan, selain minum obat juga minum madu Manuka--yang hanya dikonsumsi saat genting aja.

Pikiran mulai parno. Khawatir momok yang saya takutkan beneran kambuh yaitu tifus. Dari gejala emang merujuk ke sana, tapi saya masih menepis pikiran itu dan niat hari Jumat udah periksa aja. Karena udah dari Selasa-Kamis minum obat tapi kayak nggak ada hasil. Beneran takut tifus kambuh. Kenapa periksa hari Jumat? Hari Rabu sama Kamis di rumah sibuk banget, nggak ada yang nganter dan nemenin periksa. Jadi memilih bed rest saja, sambil minum obat flu, karena berusaha meyakini itu efek menstruasi dan flu.

Jumat, 7 Oktober 2022 periksa tapi nggak ketemu dokter. Ditanya, mau cek laboratorium atau nggak sama petugas (perawat) yang memeriksa. Sebenernya saya pengen, untuk memastikan sakitnya apa, tapi Ibu menolak. Mungkin khawatir juga, karena tiap kali diambil darah, saya pasti pucet trus mendadak panik. Hehehe. Lalu dibacalah rekam medis saya oleh petugas dan kemudian diberi resep obat hanya untuk tiga hari. Hari Senin harus balik buat ketemu ama dokter. Baiklah. Saya manut. Dari gejala, walau ndak diperiksa lab kayaknya emang merujuknya ke tifus. Trus obat yang diresepkan juga obat tifus. Obatnya dapat tiga macam termasuk obat lambung. Saya agak lega.


Selain dikasih obat, sementara suruh mantang makanan pedas dan asem. Kemungkinan emang tifusnya yang kambuh, dan masih disuruh bed rest. Alhamdulillah setelah minum obat yang diresepkan, malamnya nggak demam. Trus sakit kepala juga berkurang tapi nggak hilang sama sekali. Mikirnya masih tetep; menstruasi plus sakit. Jadi wajar kalau sakit kepala ada mulu.

Senin, 10 Oktober 2022 kontrol sesuai saran petugas. Alhamdulillah ketemu dokter yang menangani saya mulai tahun 2017--kalau nggak salah ingat. Pokoknya pas tifus juga kambuh, beliau yang menangani. Setelah ditanya keluhannya apa, saya jelasin kalau hari Jumat udah periksa plus gejala yang masih saya rasakan. Alhamdulillah tidak perlu periksa ke lab, antibiotik juga udah kagak ditambah. Karena masih mengeluhkan sakit kepala, diberi obat sakit kepala plus vitamin.


Kami, 13 Oktober 2022, obat habis. Alhamdulillah kondisi udah membaik. Udah bisa kerja juga dan alhamdulillah kerjaan juga nggak begitu banyak jadi ndak sampai kecapekan.

Jumat, 14 Oktober 2022, aktivitas seperti biasa. Di kerjaan juga nggak begitu banyak tugas. Menjelang siang tiba-tiba sakit kepala menggila lagi. Berpusat di sebelah kanan. Karena obat dari dokter sudah habis, minum Paracetamol untuk meredakan sakitnya, tapi tidak berhasil. Bahkan malam harinya semakin menjadi ditambah insomnia. Sempat kayak ketiduran bentar, tapi kayak nggak tidur. Tidur tapi kayak sadar gitu, nyadar kalau mimpi buruk. Gejala ini juga pernah saya rasakan pada saat tifus kambuh sampai akhirnya diberi obat penenang.

Karena malamnya nggak bisa tidur dan ketika tidur malah mimpi buruk, Sabtu, 15 Oktober 2022 terbangun dengan kondisi badan kurang fit. Mana sakit kepala masih ada.  Akhirnya balik lagi periksa, karena pikiran saya udah kacau. Mending ketemu dokter biar tahu sakitnya apa dan dapat obat yang tepat. Setelah ketemu dokter, sesi curhat, trus diperiksa, hasilnya all good. Dokter bilang, semua udah baik kok. Dokter meresepkan obat dengan jumlah lebih banyak dan disarankan untuk minum saat sakit kepalanya udah nggak tertahankan.

Waktu ngantri obat, saya sempat melihat kok dapat obat yang tidak berbungkus alias obat eceran. Di situ mbatin, Waduh! Masa dapat obat penenang lagi? Setelah nerima obat dan baca tulisannya, beneran, dapat obat penenang lagi seperti beberapa tahun yang lalu ketika tifus kambuh dan saya ngeluh insomnia plus mimpi buruk. Dapat obat penenang kali ini lebih banyak dan dosis minumnya bukan setengah lagi tapi satu butir tiga kali sehari.

Pengalaman sebelumnya waktu konsumsi obat penenang justru nggak bisa bobok walau badan lemes, bikin saya agak trauma. Akhirnya sharing sama temen yang pernah diresepkan dan mengonsumsi obat yang sama. Saya nanya, reaksi tubuhnya gimana pas habis minum obat. Karena saya khawatir ntar efeknya kayak yang sebelumnya saya minum dan juga karena dosis jadi satu butir, khawatir pas tidur malah ntar di jam-jam biologis tubuh buat pipis malah nggak kebangun.

Kata teman saya, tidurnya jadi lebih nyenyak aja. Kalau kebelet pipis ya tetep kebangun, trus habis itu bisa bobok nyenyak lagi. Badan juga jadi lebih rileks. Enak deh, gitu nurut dia. Setelah menimbang-nimbang dan memang sejak sakit itu agak susah tidur terlebih pas sakit kepalanya nongol, tulang leher sampai pundak berasa kaku, saya memutuskan, nanti malam aja minum obatnya. Pas hari Sabtu juga jadi semisal besoknya bangun telat, ngebangke kan nggak papa karena nggak kerja.

Sabtu malam, sekitar pukul sembilan saya minum obat penenangnya dan menunggu reaksi. Lima belas menit setelah minum, tidak ada perubahan. Tapi saya sudah memosisikan diri untuk bersiap tidur. Satu jam kemudian, saya terlelap. Beneran badan jadi rileks, tenang. Tidur pun nggak mimpi, pas kebelet pipis--malam hari biasanya satu sampai dua kali pipis--pun kebangun, trus habis itu langsung bisa bobok lagi dan nggak mimpi lagi. Lelap.

Minggu, 16 Oktober 2022, terbangun sesuai jam biologis tubuh. Habis dari kamar mandi untuk memenuhi panggilan alam, malah ketiduran lagi. Dibangunin buat sarapan itu badan terasa ringan, enteng, lemes. Habis sarapan, ketiduran lagi. Astaga! Kayak tiap kepala nempel bantal, udah langsung ilang, terbang ke alam mimpi tapi nggak mimpi. Sampai-sampai mengabaikan tugas hari Minggu untuk membabu ria. Tahu-tahu udah dibangunkan lagi buat makan siang.

Saya mikirnya gini, udah delapan jam lebih kok masih berasa lemes, nempel bantal langsung ilang, molor. Karena penasaran, saya nanya Mbah Google soal obat yang saya konsumsi. Ternyata oh ternyata, efek dari obat yang saya telen semalam bisa bertahan sampai 12 jam. Pantesan walau udah pagi, udah lebih dari delapan jam, badan masih berasa lemes, ringan dan pengennya bobok mulu. Pada saya efeknya bertahan 12 jam lebih karena habis magrib baru berasa kayak normal tubuh termasuk mata dan telinga yang sebelumnya kayak masih 'terlelap' walau sudah bangun. Walau diresepkan tiga kali sehari untuk tujuh hari, saya hanya minum obat penenangnya di Sabtu malam. Karena Senin kerja, saya nggak berani minum obatnya lagi. Bisa-bisa kayak orang linglung ntar.

Dari pengalaman minum obat penenang, saya jadi kepikiran temen-temen yang masih rutin berobat ke psikiater. Bagaimana mereka bisa tetap beraktivitas setelah minum obat penenang? Apa reaksi masing-masing tubuh beda? Atau tiap merek obat memberi efek beda ke tubuh? Atau mereka yang udah adaptasi jadi rasanya biasa aja?

Penasaran, nanya lah ke salah satu temen yang masih rutin berobat ke psikiater. Katanya, di awal-awal konsumsi efeknya hampir sama seperti yang saya rasakan. Pengennya bobok terus. Tapi, lama-lama jadi terbiasa. Perasaan jadi lebih tenang, tapi udah nggak ada rasa kantuk dan pengen bobok terus. Aktivitas pun normal.

Untuk obat sakit kepala saya minum sampai tiga hari, kemudian stop. Vitaminnya diberi sampai sepuluh hari. Lalu, all fine? Hmm, tidak! Karena dua mingguan digempur obat terus, hari Sabtu, 15 Oktober 2022 itu lambung saya udah mulai protes. Perih mulu, bikin makan nggak enak karena mulut pahit. Makan perih, nggak makan tambah perih. Serba salah. Jadi mulai Sabtu itu selain konsumsi vitamin dan obat sakit kepala, tambah makan Antasida. Tifus dan sakit kepalanya sembuh, lambungnya ngamuk. Heuheuheu.


Perkara lambung ngamuk ini juga bikin saya agak frustasi sampai kepikiran buat beli Omeprazole aja karena makan Antasida kayak ndak ada efeknya. Ndilalah kersane Gusti Allah, yang dititipi Omeprazole lupa. Akhirnya tetep makan Antasida sampai hari Selasa. Alhamdulillah kemudian membaik, sakit kepala pun udah nggak terasa.

Fase yang lumayan panjang karena hampir 15 hari di bulan Oktober diberi nikmat sakit sampai ngrasain lagi obat penenang. Kok bisa? Faktor human error-nya apa?

Setelah ditelusuri ya memang salah saya. Kondisi fisik kan masih naik turun tuh, labil, sempet asam lambung ngamuk juga kan. Nah, saya kurang hati-hati dalam pola makan. Sedang kerjaan agak lumayan banyak, pola makan agak kacau. Hari Minggu itu malas masak jadi makan mi instan, lalu hari Senin malas masak lagi, beli rujak. Selasa masak gurami pedas. Trus lanjut jajan mi pedas sampai dua kali dalam seminggu, padahal ya nyadar kalau berlebihan efeknya kurang baik ke badan. Emang ya, orang mau menstruasi kan enak banget makan pedes. Fisik capek, makan ngawur, jadilah tifus kambuh. Bukan karena makanannya yang nggak bersih lho ya! Karena saya biasa jajan di sana, ya memang kondisi fisiknya aja yang kurang oke.

Oktober bulan yang aje gile karena sampai 15 hari KO. Sudah ya! Jangan sakit sakit lagi badanku, mentalku. Hampir satu tahun di tahun 2022 ini agak astaghfirullah banget. Harus lebih hati-hati lagi, lebih disiplin lagi agar fisik dan mental tetap sehat. Sehat sehat buat kita semua. Aamiin.

You Might Also Like

0 komentar

Total Pageviews