Ketika Fase Monster Terasa Begitu Panjang Karena Gangguan Kecemasan Yang Kembali Menggila
04:17Para Pejuang Anxiety, Harus Tetap Disiplin 3P dan Jangan Tinggalkan Meditasi
Tahun 2022 jadi tahun bagi saya bergelut kembali dengan gangguan kecemasan. Mulanya karena awal tahun udah dihampiri serangan panik yang berujung pada munculnya kembali gangguan kecemasan yang lumayan menggila. Catatan yang saya buat pada bulan April, menceritakan tentang awal serangan panik dan efek yang ditimbulkan pasca kejadian tersebut.
Hal yang tidak terlalu saya suka pasca serangan panik adalah tubuh akan ada dalam mode was-was dan siaga. Biasanya hal seperti ini berlaku cukup lama dan hanya diri sendiri yang bisa melawan dan mengatasinya. Benar saja, pasca kejadian di awal tahun, rasa cemas, was-was, waspada dan siaga berlangsung cukup lama. Membuat saya kelelahan secara fisik dan mental. Jadi lebih sensitif secara fisik dan mental. Padahal aslinya masalahnya di mental doang, tapi efeknya sampai ngaruh ke fisik. Itulah daebak-nya, amazing-nya, hebatnya kekuatan pikiran. Makanya kita selalu diminta untuk mikir yang baik-baik aja, yang positif agar memberi efek baik dan positif pula pada tubuh.
Pada bulan Mei masih berjuang melawan diri sendiri, menyembuhkan diri sendiri yang udah merasa kayak ada di titik terendah bahkan sampai kepikiran buat nyari bantuan profesional. Saya udah merasa, kayaknya saya udah nggak sanggup dan butuh bantuan dari profesional yang paham penyakit saya. Pada 24 Mei 2022, saya memutuskan untuk sambat di Twitter. Tentang kondisi badan yang random banget, fase monster yang rasanya panjang banget nggak ada habisnya. Apa sih fase monster? Saya udah pernah jelasin di sini.
Udah tiba di fase mau kerja males, tapi tetep dipaksain. Apa-apa yang dilakuin kayak nggak ada gunanya karena fisik dan pikiran makin random nggak jelas. Udah mulai ancang-ancang buat minta rujukan buat periksa ke dokter jiwa. Nanya-nanya lagi ke temen yang udah periksa duluan ke psikiater tapi pakek jalur umum. Intinya udah lurus pengen nyari bantuan dari psikiater. Niat hati terhalang dana. Walau pakek rujukan, pakek BPJS, tetep kudu keluar biaya kan. Karena kondisi yang jadi males kerja ditambah masih pasca pandemi, dompet nipis. Makin stres! Saya cukup membenci situasi dan kondisi saya saat itu. Apa yang harus saya lakukan?
Pas nyari prosedur periksa ke psikiater, tetiba nemu tes psikologi secara online. Akhirnya nyobain, buat tahu kondisi diri sendiri sekarang lagi di fase mana. Saya cobain tes dari tiga web teratas. Ini saya nggak cari tahu apa tes di web itu akurat atau nggak, pokoknya cobain aja.
Tes pertama saya coba di web ini. Hasilnya, nggak buruk tapi juga nggak sedang baik-baik saja. Sedang-sedang saja, tapi yang saya rasakan amat sangat random sekali pakek banget sampai kepikiran udah mau ke psikiater aja.
Di web pertama penjelasannya cukup detail dan ada satu poin yang sesuai sama kondisi saya waktu itu. Sedang mengkhawatirkan sesuatu. 100% true. Khawatir drop lagi saat kerja dan banyak kekhawatiran lainnya yang lumayan menyiksa mental dan fisik.
Lanjut nyobain di web kedua. Di web kedua ini saya mengumpulkan poin sebanyak 24 dan hasilnya... yeah! Saya ada gangguan kecemasan dan itu sangat annoying sekali. Membaca hasil kedua ini terasa tertampar karena di bagian bawah diingatkan untuk meditasi. Belakangan memang amat jarang sekali pakek banget bahkan hampir nggak pernah meditasi. Padahal rutin meditasi menjadi salah satu cara bagi saya untuk bisa lepas dari jeratan gangguan kecemasan.
Seingat saya nyobain tes di tiga web, tapi ternyata link yang tersimpan hanya dua. Kalau shi-gUi mau coba ikutan tesnya, silahkan. Tapi tentu saja yang terbaik untuk cari jawaban dan solusi adalah periksa ke profesional yaitu psikiater atau psikolog.
Dari sini jadi tersadar bahwa meditasi nggak bisa dijadikan sebagai sesuatu yang dikerjakan kalau pas lagi butuh aja, tapi harus jadi bagian dari kebiasaan hidup, rutinitas sehari-hari. Padahal dah dari SMA diajarin buat rutin meditasi tapi masih lalai aja. Heuheuheu.
Dari hasil tes online, lega karena hanya disarankan untuk rajin meditasi. Kalau ada hasil yang disarankan minta bantuan profesional, mungkin saya makin galau bahkan menggila. Satu hal lagi yang selalu terjadi kalau saya lagi di posisi down kayak gini yaitu perang di dalam diri; saya melawan diri saya sendiri. Satu sisi dalam diri saya membenarkan jika iya saya butuh bantuan profesional untuk keluar dari lingkaran setan ini. Sisi lain mengatakan hal yang berbeda, mengungkapkan fakta-fakta, kondisi saya saat itu seperti kurangnya dana untuk mencari bantuan profesional dan apakah saya siap jika nantinya diresepkan obat dan harus konsumsi obat dalam jangka waktu tertentu. Perang yang selalu sama dan selalu terjadi saat kondisi saya down. Pada akhirnya, lagi-lagi saya memercayai sisi yang menjabarkan tentang fakta dan kondisi yang sesuai kenyataan yang ada pada saya saat itu.
Mulai menata ulang pola hidup, pola makan dan pola pikir. Rutin meditasi lagi setiap hari dan alhamdulillah perlahan membuahkan hasil. Perlahan kondisi fisik dan mental kembali tenang dan stabil.
Kalau ditanya, Masih pengen kah berobat ke psikiater? Jawabannya, Masih. Mungkin bisa juga alternatif ke psikolog gitu ya. Ini andai ada duitnya, udah berangkat saya. Hehehe. Sayangnya terhalang dana. Karena berobat ke psikiater is not murah. Sharing dari salah satu teman yang udah berobat ke psikiater, sekali kunjungan keluar duit hampir 600 ribu. Biaya dokter dan obat. Obat biasanya diresepkan untuk satu bulan, tapi bisa ditebus separo dulu, katanya. Karena alasan utama inilah terus mundur dari rencana berobat ke psikiater. Alasan kedua, takut minum obat tadi. Memang membingungkan kura-kura satu ini!
Pikiran akan terus ada dan menjadi bagian dari diri kita kita selama kita masih hidup. Sama halnya juga dengan asam lambung. Jadi baik gangguan kecemasan atau gangguan asam lambung bisa kambuh kapan saja jika ada pemicunya walau kondisi kita sudah membaik. Dua hal tersebut--pikiran dan asam lambung--juga saling berhubungan satu sama lain, jadi jika salah satunya eror, pasti satu lainnya ikutan eror. Saat kita stres, pikiran kacau, maka asam lambung bakalan ikut ngamuk. Pun sebaliknya, kalau pas asam lambungnya ngamuk, pikiran juga bisa jadi ikutan kacau. Karenanya kita harus pinter-pinter jaga kondisi fisik dan mental.
Kambuh adalah hal yang wajar, yang bisa saja terjadi pada siapa saja. Karena hidup pasti nggak selamanya mulus dan stabil, kan? Kalau kambuh, ya terima saja lalu pelan-pelan perbaiki pola hidup, pola makan dan pola pikir. Kalau kambuh pasti bisa sembuh. Dan karena bukan pengalaman pertama, nggak akan jadi hal yang mengejutkan bagi kita. Tapi, memang ada kalanya kita jadi lebay. Nggak papa. Terima dan jalani. Karena memang fase kambuh ya gitu-gitu aja. Kita boleh jatuh dan merasa terpuruk, nggak papa, ambil waktu untuk istirahat sejenak. Tapi, jangan lupa untuk bangkit kembali ya! Setiap kekambuhan pasti akan berujung pada kesembuhan. Semangat!
0 komentar