Rebo Wage Bersama Mbak K

03:43

 Mbak Kunti Genit Nyamperin Markas Lagi


(Sumber foto: Pixabay)


Setiap bulan di markas selalu disibukkan dengan pelang pada hari Rebo Wage. Sebelumnya sudah pernah membahas tentang tradisi pelang dan tradisi BoGe MesWon NgatGi. Intinya setiap bulan di hari Rabu, Kamis dan Jumat dengan pasaran Wage, Kliwon dan Legi menjadi hari yang memiliki tradisi untuk nyekar atau ziarah ke makam keluarga dan sanak saudara yang sudah meninggal. Selain untuk mendoakan, juga untuk membersihkan makam.

Hari itu pun sama, markas ramai karena sebagian penghuni Sarang Clover ngumpul, gotong royong pelang kembang. Alhamdulillah pesanan semakin meningkat, jadi tiap Rego Wage bisa pelang kembang hingga 2000 bungkus. Gotong royong ini biasanya dimulai pada pukul dua belas siang sampai malam. Kadang selesai pukul delapan, kadang pukul sembilan malam. Biasanya yang bertahan di markas hingga selesai hanya Tunjung. Pun demikian dengan hari itu.

Walau pekerjaan belum selesai, kalau azan magrib, kami menghentikan aktivitas sejenak. Hari itu pun sama, saat azan magrib dikumandangkan, kami kompak menghentikan aktivitas, duduk diam mendengarkan suara azan. Beberapa saat setelah azan selesai, kami melanjutkan aktivitas sembari mengantre untuk salat. Karena selalu dapat giliran akhir, saya tetap duduk bersila dan membungkus kembang. Masih kurang 250 bungkus, jadi rada ngebut biar selesainya nggak terlalu malam.


Saya pelang kembang di ruang tamu markas dan ditemani Gembul. Suasana selepas azan magrib memang selalu hening, begitu juga dengan malam itu. Saya pun lanjut pelang dalam hening, Gembul yang biasanya bawel pun diam sambil sibuk entah memainkan apa. Lalu ada satu motor melaju kencang yang membuat saya nggak tahan untuk tidak berkomentar dalam hati, Magrib-magrib bawa motor kenceng amat!

Sesaat setelah motor melintas cepat di depan markas seperti angin, tiba-tiba terdengar tawa perempuan yang sukses bikin yang denger bergidik ngeri. Punggung saya mendadak tegang usai mendengar tawa itu, bulu kuduk pun meremang. Mendadak sangat hening di ruang tamu, seolah waktu terhenti sejenak. Suara tawa itu, masa yang naik motor tadi? Atau... Pertanyaan itu muncul di benak saya sambil melirik Gembul--dan Gembul juga melihat ke arah saya--tiba-tiba Gembul menjerit, "Omma! Itu suara kuntilanak! Itu kuntilanak ketawa, Omma!" Sambil lari ke ruang tengah, ke bundanya.

Saya sendirian di ruang tamu membeku. Tiba-tiba suasana di sekitar saya jadi dingin, bahkan sampai terasa menyentuh kulit. Dalam hati merapalkan segala doa yang saya bisa, berharap rasa tak nyaman itu segera menghilang. Sepanjang karir pelang kembang, baru kali ini diketawain Mbak K alias Mbak Kunti sampai merinding dan membeku.

"Ada apa, U?" Tunjung menghampiri ke ruang tamu. Ketika mendengar suara Tunjung, suasana langsung terasa lebih hangat dan ketegangan berkurang.

"Anu, tadi aku denger suara cewek ketawa. Kata Gembul, itu Mbak K yang ketawa. Beneran tah? Sialan! Merinding aku." Saya mengusuk kedua lengan, berusaha mengusir sisa rasa tak nyaman yang masih nempel.

"Eh, Rara ntar kalau ngaji suruh hati-hati. Itu Mbak K-nya masih di luar," ujar Tunjung.

"Apa?? Masih di sini??" saya beneran nggak nyangka Mbak K ada di markas.

"Itu di teras. Malah ngajak cilukba!"

Sementara itu di ruang tengah, Gembul menangis, sambil memeluk Rara dan meminta Rara untuk berhati-hati saat berangkat mengaji.

"Tunggu! Kok usil, sih? Ini jangan-jangan Mbak K yang waktu itu?" Saya merasa 'kenal' sosok kuntilanak yang lagi ngajak guyon Tunjung. "Yang ngimbrung di markas pas kita diskusi pementasan, kan? Dia bilang bising karena ada tetangga yang punya gawe dan nyetel musik kenceng? Yang nungguin aku waktu perawatan gigi juga? Yang sok nutup idung waktu kamu bilang tai? Dan yang dateng ke mimpiku sambil ketawa ngakak?"

"Iya. Yang itu."

"Yang rambutnya sebahu dan rok putih sebawah lutut, kulitnya coklat keriput, matanya ciplong??"

"Iyaaa."

"Waduuu! Ngapain dia ke sini?"

"Kasihan liat kamu sendirian kali. Mau nemenin gitu maksudnya. Mau bantuin kamu."

"Suruh pergi aja, plis! Aku nggak butuh ditemenin!" Walau butuh bantuan, ogah kalau dibantuin Mbak K. "Gimana? Udah pergi?"

"Cuekin aja, nanti kan pergi sendiri." Tunjung dengan santainya.

"Kamu jangan pergi! Tetap di sini aja!"

"Bentar tak nganter Rara ngaji. Kasihan. Tak liate dari depan."

"Oke."

Mbak K satu itu emang sering 'main' ke markas baru sejak ia dibuang ke area markas lama. Kalau nggak salah dia itu dulunya dipasang buat gangguin rumah, lalu setelah berhasil ditangkap, dia dibuang ke kawasan markas lama. Tapi dia sering nongkrong di sekolah depan markas atau kadang kalau bosan ya kayak malam itu, main ke markas. Biasanya kalau pas ada Tunjung. Mungkin mumpung ada yang bisa diajak ngobrol gitu kali ya, makanya sering mampir kalau pas Tunjung ada di markas. Tapi, mampirnya di Rebo Wage lalu sukses bikin saya merinding. Ketawanya itu lho! Pas dateng ke mimpi, dia juga ketawa ngikik khas kuntilanak sambil berkacak pinggang dan berdiri membusungkan dada di atas atap salah satu gedung di markas lama.

Kebiasaan Mbak K, nyapanya kalau ndak nangis ya ketawa. Heuheuheu. Kenapa disebut genit? Kata Tunjung emang rada genit tingkah mbaknya. Terlebih kalau liat cowok. Hmm, normal sih ya. Cewek liat cowok jadinya genit. Kekeke.

You Might Also Like

0 komentar

Total Pageviews