Filosofi Kolak Polo Pendem
04:43Selamatan Kolak Polo Pendem Di Tengah Serangan Pagebluk
Sebelumnya saya membagikan tulisan tentang peristiwa-peristiwa di tahun 2021 yang nggak bakalan terlupakan. Dalam tulisan tersebut ada rangkuman tentang berjuang dengan jalan masing-masing dalam menghadapi pandemi.
Tahun kemarin, selain digelar selamatan kupat lepet serabi, digelar juga selamatan kolak polo pendem. Sebagian besar dari kita, kolak ya hanya sekadar makanan manis yang biasa disajikan pada acara-acara tertentu. Kalau dulu banyak yang jual, makin ke sini makin langka. Palingan kalau pengen, masak sendiri. Tapi, di bulan Ramadan biasanya kolak bermunculan karena menjadi salah satu makanan yang digunakan sebagai takjil.
Menurut orang Jawa, kolak bukan sekadar makanan, tapi memiliki filosofi tersendiri. Dalam tulisan kali ini, saya akan membahas tentang filosofi kolak polo pendem yang tahun kemarin menjadi salah satu item selamatan di tengah serangan pagebluk.
Menengok perjalanan sejarah, ada beberapa ahli yang menyebutkan bahwa kolak menjadi salah satu sarana dalam penyebaran agama islam di nusantara. Caranya adalah para penyebar agama menghubungkan nilai-nilai agama ke dalam kolak. Disebutkan, konon kolak sering dibuat pada bulan Ruwah yang kemudian oleh penyebar agama islam diganti pada bulan puasa.
Bahan-bahan yang dimasak menjadi kolak, masing-masing memiliki makna yang berhubungan dengan kehidupan manusia dengan Sang Pencipta. Tahun kemarin masyarakat Jawa mendapat imbauan untuk membuat kolak polo pendem untuk menghalau pagebluk yang melanda. Kami pun menerima imbauan tersebut dan seperti biasa bersama-sama untuk membuat dan selamatan. Kami diimbau untuk membuat kolak dengan isian polo pendem, waluh (labu), gedhang (pisang) dan harus menggunakan gula gula merah. Diusahakan jumlah isi kolak ada tujuh jenis termasuk dengan waluh dan pisang.
Angka tujuh atau dalam bahasa Jawa disebut pitu memiliki makna pitulungan atau pertolongan. Harapannya, dengan tujuh jenis isi kolak kami akan mendapat pertolongan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Dijauhkan dari bencana, penyakit, dan segala mara bahaya.
Polo pendem adalah jenis makanan tradisional Jawa yang diperoleh dari umbi-umbian yang tumbuh di dalam tanah seperti ubi, singkong, mbothe (talas), kentang, uwi, dan lain-lain. Kenapa menggunakan polo pendem? Maknanya adalah seng olo-olo dipendem atau dalam bahasa Indonesia berarti semua hal yang jelek dikubur.
Pisang menggunakan pisang kepok yang juga memiliki makna khusus. Pisang kepok memiliki makna kapok atau jera dan bertobat.
Waluh memiliki makna weleh atau bersyukur.
Kuah yang berupa santen atau santan memiliki makna pangapunten yaitu permohonan maaf atas segala kesalahan dan dosa.
Gula merah atau gula Jawa adalah lambang proses kehidupan manusia. Rasa manisnya memberi energi atau pancaran nur.
Kolak disebutkan berasal dari kata kholiq/khalik/kholaqo yang memiliki arti mencipta. Kolak diartikan sebagai perwujudan rasa syukur dan mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Saat makan sambil merenungi maknanya agar selalu ingat pada Sang Pencipta dan selalu mendekatkan diri pada Sang Pencipta.
Doa yang dilantunkan adalah doa mohon ampun, doa selamat dan tolak balak. Semoga kita semua dijauhkan dari blai, bebendu, penyakit, mala, pagebluk, dan bencana. Diberi sehat lahir dan batin, selamat dunia dan akhirat.
Demikian filosofi kolak polo pendem menurut kepercayaan masyarakat Jawa. Semoga bermanfaat.
0 komentar