Peristiwa-peristiwa Tak Terlupakan Di Tahun 2021

05:14

 Teror Keranda Terbang



Genap tiga bulan kita hidup di tahun 2022 dan meninggalkan tahun 2021. Setiap kali menoleh ke belakang, kembali mengingat tentang tahun 2021 yang sudah berlalu, ada beberapa peristiwa yang terjadi dan bagi saya akan menjadi momen tak terlupakan.

Tahun 2021 masih menjadi tahun kita hidup di tengah pandemi, berdampingan dengan virus corona yang siap menyerang siapa saja yang lengah. Hal ini berlangsung sejak tahun 2020. Hidup di tengah pandemi menjadi pengalaman baru bagi hampir seluruh umat manusia di dunia termasuk kami, Penghuni Sarang Clover. Karena hidup di tengah pandemi dengan banyaknya aturan seperti PPKM demi menekan laju kenaikan kasus covid-19, gerak kita sedikit terbatas. Bersyukur ketika peraturan mulai agak longgar, bisa sejenak keluar dari markas untuk menghirup udara segar mengunjungi Candi Kidal, kulineran di Pakis, renang di Taman Kali Lesti, kulineran di Tumpang, nyamperin Sal Flower ke Kebun Raya Purwodadi,    sowan ke Kraton Gunung Kawi,  kulineran di Kepanjen.  Nggak melulu happy, ada ujian juga yang datang di tahun 2021, salah satunya kembali kena tipu di toko. Kalau udah waktunya apes, emang nggak bisa dihindari. Heuheuheu.

Selain diberi kesempatan sejenak bisa keluar dari markas dan mengalami sedikit kesialan hingga kena tipu, ada beberapa peristiwa yang sempat menghebohkan markas besar Sarang Clover. Terjadi beberapa teror di markas utama, seperti tetesan darah di sepanjang teras markas, kemunculan Doppelgänger salah satu penghuni markas di tengah malam, teror werewolf yang hampir setiap malam berada di atap markas, hingga tetesan darah di dalam area markas dan teror di markas kedua. Kayaknya kurang afdol kalau Sarang Clover nggak disamperin hal-hal mistis. Padahal kami tak ingin mengalami hal semacam itu. Heuheuheu.


Hidup di tengah pandemi mewajibkan kita untuk selalu waspada, nggak boleh lengah agar terhindar dari sapaan virus corona yang terus bermutasi menjadi varian-varian baru. Selain mematuhi peraturan pemerintah sehubungan dengan pencegahan penyebaran virus, sebagai orang Jawa, ada beberapa ritual dan tata cara yang disarankan untuk dilakukan agar terhindar dari pagebluk--wabah corona. Sejak tahun 2020, Nyai Wening mengajak kami untuk berjuang sesuai peran masing-masing.



Tahun 2020 sudah ngeri karena meningkatnya kasus positif, namun kata Nyai itu belum seberapa. Di tahun 2020 Nyai menyebutkan jika tahun 2021 akan lebih mengerikan dari tahun 2020. Tidak hanya tentang pandemi, tapi juga tentang alam yang terus berbenah hingga memungkinkan terjadinya beberapa bencana. Salah satu bencana besar yang terjadi di Malang adalah gempa pada bulan April 2021. Lalu, disusul bencana tak terduga yaitu meletusnya Gunung Semeru pada bulan Desember. Tahun 2021 bener-bener wow banget. Walau Nyai udah meminta saya yang notabene punya gangguan kecemasan untuk mempersiapkan fisik dan mental di tahun 2021, pada praktiknya persiapan saya masih belum mencukupi.

Seperti yang diramalkan, tahun 2021 menjadi tahun yang lebih wow dari tahun 2020. Masih di tengah pandemi dan kasus meningkat tajam. Banyak yang positif, banyak yang meninggal. Almarhumah Nenek dari bapak pernah bercerita, dahulu pernah ada pagebluk. Pagi orang sehat, sore tiba-tiba meninggal. Pun sebaliknya, sore sehat, pagi tiba-tiba meninggal. Kejadian serupa terjadi di tahun 2021. Kalau tidak salah ingat pada bulan Juli-Agustus. CMIIW.

Tidak hanya di desa kami, di desa lain pun suasana cukup mencekam. Tiap hari selalu ada pengumuman di masjid dan musala, mengumumkan kabar duka. Dibanding desa lain, desa kami memang tidak terlalu banyak kasus kematian. Namun, karena posisi desa berdekatan, setiap hari kami bisa mendengar kabar duka dari desa lain.



Situasi semakin mencekam ketika beredar kabar tentang keranda terbang dan ketukan pintu di tengah malam. Kabar yang beredar, jika keranda itu datang ke satu desa dan melintasi sebuah rumah, maka salah satu penghuni rumah tersebut meninggal di keesokan harinya. Atau, jika di malam hari ada yang mengetuk pintu dan pemilik rumahnya membuka pintu, namun tak melihat siapa-siapa, maka keesokan harinya ada anggota keluarga dari rumah tersebut yang meninggal.

Apa yang terjadi persis seperti yang diceritakan almarhumah Nenek. Bahkan Ibu dan Bapak membenarkan cerita tersebut. Ketika peristiwa itu terjadi, Ibu dan Bapak masih kanak-kanak. Banyaknya orang meninggal tanpa sakit, keranda terbang, dan ketukan pintu di malam hari pada zaman dulu disebut pagebluk. Biasanya datang di bulan Suro dan Safar--orang Jawa menyebutnya Sapar. Kejadian tersebut dihubungkan dengan adanya Lampor yang muncul di bulan Suro dan Sapar.

Menurut penuturan almarhumah Nenek, Lampor adalah hantu yang berupa arak-arakan yang membawa keranda. Dahulu dipercaya muncul di bulan Suro dan Sapar, mengetuk pintu-pintu warga untuk mencari mangsa. Samar-samar saya ingat kejadian ketika saya masih kanak-kanak. Karena Ibu dan Bapak bekerja, saya sering tinggal di rumah nenek dari Bapak. Bahkan sampai tidur pun di rumah nenek. Pernah satu malam, Nenek mengajak saya untuk tidur di atas lantai--lantai rumah nenek kala itu masih berupa tanah--beralaskan tikar dari jerami, untuk bantal menggunakan sapu lidi, dan posisi kepala menghadap ke pintu kamar. Paklek pun tidur dengan cara yang sama di ruang tamu. Lewat tengah malam, seingat saya dulu Nenek menyebut pukul satu dini hari, kami mendengar ketukan di pintu. Saya terbangun, Nenek segera menutup kedua telinga saya dan meminta saya untuk kembali tidur. Sedang mulut Nenek tak hentinya berkomat-kamit, merapalkan doa. Sempat ketakutan, dalam pelukan Nenek, akhirnya saya kembali terlelap. Mungkin kala itu rumah nenek sedang diteror karena kebetulan saat bulan Suro. Namun, Nenek tidak pernah membahas lagi tentang peristiwa yang terjadi malam itu. Saya pun tak berani bertanya-tanya lagi.



Ketika peristiwa hampir sama menghebohkan pertengahan tahun 2021, saya teringat kembali oleh peristiwa yang saya alami di masa kanak-kanak itu. Kalau Nenek masih ada, mungkin setiap hari kami akan diminta untuk tidur di atas lantai beralaskan tikar jerami dan menggunakan sapu lidi sebagai bantal. Namun, seingat saya, pagebluk yang melanda tahun kemarin bukan di bulan Suro dan Safar. CMIIW.

Nggak ada Nenek, ada Nyai Wening yang masih memegang teguh tradisi dan adat istiadat Jawa. Ketika pagebluk melanda, seperti biasa Nyai Wening memberi anjuran-anjuran pada kami untuk melakukan beberapa ritual seperti puasa mutih, membuat kolak polo pendem, selamatan kupat lepet serabi, mencari blarak, membuat diangan dan masih banyak lagi. Sebagai manusia, terlebih orang Jawa, kami berusaha untuk menghindari pegebluk tanpa ada maksud menyekutukan Tuhan. Doa yang dilantunkan pun kepada Tuhan, hanya saja tata caranya yang berbeda. Tujuannya tetap satu, berdoa, memohon keselamatan pada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai manusia kita wajib berusaha dan berdoa, selebihnya pasrah kepada Tuhan.



Menurut saya yang membuat situasi semakin terkesan mencekam adalah pada saat itu ada aturan pemadaman lampu-lampu jalanan pada pukul delapan malam. Aktivitas dibatasi dan pemadaman serempak, gelap di sana-sini, jadi kesan malam mencekamnya makin dapet. Setiap menjelang Magrib, menyalakan diangan. Betapa syahdunya melihat rumah-rumah kembali menyalakan diangan, menaburkan garam ke sekitar rumah saat surup. Tradisi yang sempat hilang, kembali dilaksanakan.



Pada malam-malam tertentu, Nyai Wening pun menyarankan untuk tidur di bawah, seperti yang dulu pernah dilakukan almarhumah Nenek di malam-malam tertentu pada bulan Suro dan Safar. Karena kami tidak punya tikar jerami, Nyai Wening memberi keringanan, boleh beralaskan kasur. Kebetulan di markas utama ada satu kasur tanpa ranjang yang diletakkan di ruang tengah. Namun, karena yang tinggal di markas lumayan banyak, jadi nggak cukup kalau pakek satu kasur. Akhirnya kami menurunkan satu kasur lagi untuk tidur bersama-sama di ruang tengah. Kasur dihadapkan ke utara, menghadap ke pintu. Kami tidur berjajar dengan posisi kepala di utara. Keringanan lain yang diberikan Nyai Wening adalah boleh menggunakan bantal biasa, bukan sapu lidi.

Walau di malam-malam awal saya sempat kesulitan tidur karena sudah terbiasa tidur sendirian, tapi bisa tidur di ruang tengah bersama Penghuni Sarang Clover yang lain membawa kenangan di masa lalu kembali. Dulu, seringnya di markas lama, kalau weekend atau liburan saat banyak yang pada nginep di markas, begitulah cara kami tidur. Menggelar karpet dan tidur bersama-sama di ruang tamu atau ruang tengah.

Pada saat terjaga sendirian, rasanya semakin mencekam karena saya tidur paling ujung, paling dekat dengan pintu utama. Pikiran nggak karuan, khawatir tiba-tiba ada yang mengetuk pintu tengah malam. Tak hentinya memanjatkan doa, memohon perlindungan pada Tuhan. Kalau ada yang ngetuk, abaikan dan jangan goyah, jangan merasa takut, seperti yang disarankan Nyai Wening. Alhamdulillah malam-malam yang kami lalui aman dan damai.

Selain membuat kolak berisikan polo pendem seperti singkong, ubi dan lain-lain, ada juga selamatan kupat, lepet, sayur, dan serabi. Sama seperti pembuatan sayur lodeh di tahun 2020, selamatan ini juga banyak dilakukan di desa-desa. Lagi-lagi tradisi yang kembali dijalankan. Sekali lagi, semua itu hanya bentuk usaha dari manusia yang memohon keselamatan pada Tuhan. Tanpa ada niatan menduakan Tuhan.



Menjelang Suro, kami pun membuat Jenang Suro bersama Penghuni Sarang Clover. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, tahun kemarin banyak yang berpartisipasi membuat Jenang Suro. Hikmah di balik pandemi, tradisi yang hampir hilang kembali diingat dan dilaksanakan. Melalui pandemi, kita seolah dibawa ke masa lalu, turut merasakan bagaimana hidup di tengah pagebluk yang melanda. Menjadikan kita lebih waspada dan lebih rajin dalam beribadah. Menjadikan kita ingat akan tradisi warisan leluhur yang memiliki banyak arti dan tujuan untuk kehidupan.



Mungkin di masa lalu pagebluk juga berupa virus atau penyakit seperti sekarang. Hanya saja dulu ilmu kedokteran belum semaju sekarang. Namun, bisa jadi ada campur tangan mistis dan kekuatan alam sebagai proses seleksi. Karenanya, tetap berusaha dengan seimbang, sesuai peran masing-masing, tanpa harus mengolok satu sama lain.

Lalu, bagaimana dengan femonena keranda terbang? Bahkan sempat beredar banyak video di sosial media yang tak jarang membuat teman-teman saya bertanya, ini beneran tah? No comment dah untuk video-video yang banyak beredar di sosial media. Namun, ada satu cerita yang menarik yang sempat mampir ke telinga saya. Tentang fenomena keranda terbang yang katanya muncul di kampung tetangga, hingga membuat bapak-bapak yang sedang ronda lari berhamburan. Saksi mata nggak hanya satu orang, tapi semua orang yang ronda malam itu melihat munculnya keranda terbang. Padahal masih pukul sepuluh malam.



Terlepas benar atau nggak, mungkin aja fenomena itu beneran ada dan kebetulan menyapa beberapa orang yang diberi kesempatan untuk melihat. Setelah kemunculan keranda terbang, disebutkan beberapa warga yang berada di lokasi tempat keranda menghilang jatuh sakit, alhamdulillah tidak ada yang meninggal. Bisa jadi keranda terbang adalah pertanda akan datangnya satu penyakit. Bisa jadi hanya perwujudan dari apa yang sedang dalam pikiran orang karena waktu itu seperti teror yang bikin semua orang membicarakan fenomena keranda terbang.

Semoga tahun 2022 ini lebih baik. Semoga pandemi segera berakhir dan dunia kembali damai. Semoga kita semua diberi berkah kesehatan dan kebahagiaan, dimudahkan dan dilancarkan segala urusan, dicukupkan dalam segala hal, diberi umur panjang dan umur yang manfaat. Aamiin. Mohon maaf jika ada salah kata. Terima kasih. Semoga bermanfaat.

You Might Also Like

0 komentar

Total Pageviews