Review Film Horor Indonesia Ghost Writer (2019)
08:32Ghost Writer
Seorang penulis yang bekerja sama dengan hantu sungguhan untuk menciptakan sebuah novel
Naya (Tatjana Saphira) baru pindah ke rumah kontrakan baru bersama sang adik, Darto (Endy Arfian). Rumah yang akan mereka tempati terkesan seram dan benar saja, keduanya mulai menemukan hal-hal aneh, namun Naya meyakinkan jika semua baik-baik saja. Saat Naya memeriksa atap yang bocor, ia menemukan sebuah diary usang. Penasaran, Naya pun membaca diary tersebut yang isinya ternyata kisah yang sangat menyayat hati dari Galih (Ge Pamungkas). Naya membagikan apa yang ia alami pada kekasihnya, Vino (Deva Mahenra). Dalam pertemuan Naya dengan editornya, Vino yang turut hadir membagikan sepenggal kisah Galih pada sang editor yang kemudian tertarik untuk menjadikannya novel. Naya yang kering ide pun setuju, lalu meminta izin dan bantuan Galih dalam menulis novel. Galih akhirnya setuju. Kerja sama beda alam pun dimulai antara Galih dan Naya.
Dulu ketika film ini rilis di tahun 2019, tepatnya setelah nonton trailer-nya di Youtube, penasaran dan pengen nonton. Kayaknya seru, tentang Ghost Writer yang beneran ghost alias hantu. Bakalan kayak gimana ceritanya. Tapi sayangnya waktu itu kurang beruntung dan nggak bisa nonton. Baru kesampaian nonton di tahun 2022. Nggak papa lah ya! Alhamdulillah masih bisa nonton. Hehehe.
Jadi penasaran karena di tahun 2018-2019 pernah jadi ghost writer. Ghost writer aslinya kan kita jadi penulis buat orang lain, nanti tulisannya jadi milik orang lain yang pakek jasa kita. Kalau nonton cuplikannya, ya emang sih ghost writer, tapi napa yang jadi ghost writer hantu beneran? Terlebih kayaknya filmnya lucu alias komedi, jadi nggak bakalan serem-serem banget gitu dan berani deh nonton. Hehehe. Jujur ya, nonton film horor lokal tuh lebih membutuhkan nyali daripada horor impor.
Sesuai harapan, ternyata film ini menghibur sekali dan sukses bikin yang nonton ada rasa ngeri, tapi juga humornya dapet banget sampai bikin ketawa. Karakter Naya (Tatjana Saphira) yang mandiri dan pemberani disandingkan dengan sang adik yang penakut jadi kombinasi yang sempurna. Mungkin karena Naya anak sulung dan karena takdir jadi yatim piatu saat SMA, makanya dia jadi sosok yang tangguh dan amat melindungi ke adiknya.
Karakter Darto (Endy Arfian) yang penakut dan kadang manja juga menjadi pesona tersendiri dari film ini. Khas remaja SMP yang masih labil juga.
Karakter Vino (Deva Mahenra) yang super perhatian tapi sering bertingkah konyol menjadi karakter yang paling saya suka di film ini. Terlebih saat dia ketemu ama Galih.
Bener kata Naya, Galih (Ge Pamungkas) tuh seram, tapi ada manis-manisnya. Ya kalau hantunya kayak gitu kayaknya emang bisa bikin yang liat nggak takut, tapi malah gemes. Mana Galih ini kalau ngomong lucu, sikapnya juga kadang menggemaskan. Mungkin karena dia udah lama gentayangan, lalu ada manusia yang bisa liat dia trus asik pula pas diajak ngobrol.
Trus lucunya lagi, Galih malah bantuin Darto ngerjain PR. Plot twist ini paling berkesan sih.
Mungkin karena genre-nya horor-komedi, entah pas nonton momen Galih ngobrol ama Bening (Asmara Abigail) malah ngebayangin ini pas proses syutingnya apa mereka kagak ketawa ya? Dan jadinya malah beneran ketawa pas nonton. Padahal itu scene sedih dan agak seram lho! Gaje kok otakku memang.
Kadang sering kepikiran, kenapa hantu berusaha menunjukkan keberadaan mereka, bisa jadi karena mereka kesepian karena terlalu lama berkelana di dunia sedang nggak semua manusia yang bisa liat dan komunikasi ama mereka. Terlepas dari mereka benci dengan kehadiran manusia di wilayah mereka lho ya! Makanya kalau ada yang bisa liat dan diajak komunikasi, pasti mereka langsung getol mepet, nyerek aja ngajak komunikasi karena misal ada urusan yang belum kelar dan ngarepnya si manusia ini bisa dimintai bantuan.
Film ini sebenernya kisahnya sedih, tapi karena dibungkus komedi jadi terasa lebih hangat pas nonton. Tapi menjelang ending malah bikin mewek. Jujur sampai nangis nontonnya. Habis diajak ketawa-ketiwi, eh langsung disuguhi adegan yang bikin mewek. Kenapa Ibu Dayu Wijanto selalu dapat peran sebagai ibu yang ditinggal mati anaknya sih. Jadi keinget film Mereka yang Tak Terlihat.
Dari film ini jadi dapat gambaran tentang gimana dunia penerbitan di Indonesia. Ya kurang lebih memang seperti itu. Hehehe. Kadang kita pengen nulis begini, tapi harus disesuaikan ama selera pasar. Seneng juga liat interaksi Naya ama Galih.
Film ini mengajarkan untuk tidak egois dengan melihat masalah dari satu sudut pandang saja. Bisa jadi apa yang kita anggap sebagai baik untuk diri sendiri dan seseorang, belum tentu memberi dampak baik bagi orang lain. Tentang penyesalan yang datang di akhir dan pentingnya komunikasi, pentingnya mendengarkan dan mencari fakta demi menghindari kesalahpahaman yang bisa berakibat fatal seperti kematian.
Tahun ini bakalan rilis film yang kedua ya? Semoga aja bisa nonton. Aamiin. Sekian ulasan dari saya. Mohon maaf jika ada salah kata. Terima kasih. Semoga bermanfaat. Selamat menonton.
Sumber poster: Wikipedia.
0 komentar