One Day Trip To Bangil, Pasuruan - Makam Mbah Lowo Ijo

04:45

 Makam Syeh Jalaluddin Lowo Ijo



Alhamdulillah peraturan sehubungan dengan wabah corona sudah semakin dilonggarkan, jadi sudah bisa mudik asal tetep menjalankan protokol kesehatan. Angin segar yang sudah lama kami tunggu karena banyak jadwal perjalanan yang tertunda selama pandemi.

2021 kemarin alhamdulillah beberapa perjalanan jarak dekat bisa terlaksana salah satunya sowan ke Kraton Gunung Kawi. Di tahun 2022, kami memulai perjalanan dengan mengunjungi Kota Bangil, Pasuruan. Sebelumnya sudah pernah tur sehari di Kota Pasuruan, kali ini khusus ke Kota Bangil yang merupakan ibu kota dari Kabupaten Pasuruan.

Seperti sebelumnya, perjalanan kali ini juga sekaligus silaturahmi pada sanak saudara yang tinggal di Pasuruan dan Bangil. Selesai dengan silaturahmi, melanjutkan perjalanan untuk wisata religi, ziarah makam para wali Allah yang berada di Bangil. Sudah ada dalam daftar yaitu Makam Mbah Lowo Ijo dan Makam Mbah Ratu Ayu.

Tujuan pertama setelah bersilaturahmi dengan sanak saudara adalah sowan ke makam Mbah Lowo Ijo. Pas lagi ngumpul ama sanak saudara, sempet nanya-nanya juga, tapi akhirnya menggunakan Google Maps untuk membantu perjalanan kami. Nggak kapok ya walau pas ke Segoropuro dikasih jalur yang beneran bikin uji nyali sampai bikin heboh kampung orang di tengah hari. Bismillah. Insyaallah kali ini lewat jalan yang benar. Hehehe.

Awalnya nyari dengan kata kunci Mbah Lowo Ijo, hasil menunjukkan makam yang berada di Demak. Kaget dong! Kok Demak? Padahal lokasi disebutkan di Bangil, Pasuruan. Akhirnya saya tambahkan nama Pasuruan dan ketemu hasil Makam Syeh Jalaluddin Lowo Ijo. Alhamdulillah dari lokasi kami berada saat itu, butuh waktu sekitar 15 menit saja.

Sebelum perjalanan ini, dulu juga pernah berkunjung ke Bangil, silaturahmi juga, tapi ingatan saya udah kabur. Karena itu perjalanan kali ini seperti yang pertama kalinya, walau pas ke Madura juga lewat Bangil dan sempet muter-muter nggak bisa keluar dari tolnya.

Setiap kota memiliki pesona, begitu juga dengan Bangil. Kebetulan perjalanan lewat area persawahan dan saya dibuat kagum dengan hamparan kebun bunga sedap malam alias kembang sundel. Karena memiliki profesi sampingan sebagai penjual kembang, jadi informasi ini nggak asing bahwa Bangil memang pusatnya kembang sundel. Setiap bulan kami pun impor dari Bangil. Melihat secara langsung, subhanallah, indaaah banget. Tapi sayangnya, lokasi kebun bunga yang deket jalan raya udah pada dipanen. Yang masih berbunga lebat agak jauh di tengah area persawahan. Kalau mobil berhenti, pasti mengganggu lalu lintas karena hanya ada satu jalan dan cukup sempit, sedang lalu lintas lumayan ramai. Selain itu kondisi habis hujan, bisa jadi jalanan di sawah licin. Kalau nekat turun dan pas apes saya jatuh, bahaya kan. Ndak bawa baju ganti juga. Akhirnya hanya bisa menikmati indahnya kebun bunga sedap malam dari dalam mobil. Tetap menyenangkan, alhamdulillah.


Fotonya blur karena lokasi jauh banget. Yang putih-putih samar itulah kebun bunga sedap malam.


Panduan Google Maps kali ini nggak membawa kami ke jalan yang harus uji nyali, tapi karena daerah baru dan asing serta nggak adanya papan penunjuk nama jalan, kami sempat kelewatan. Harusnya belok, kami malah terus. Baru belok di gang depannya. Jalanan juga rame banget, didominasi kendaraan besar. Untungnya pas mau belok, ada orang baik yang ngasih jalan. Terima kasih Bapak Sopir Truk Trailer yang udah bantuin kami menyeberang. Semoga Tuhan membalas kebaikan Bapak. Aamiin.

Salah belok jadi masuk di gang yang beda. Masih ngikutin panduan Google Maps, tapi kok belok-belok dan masuk gang yang makin lama makin sempit. Muat buat satu mobil doang. Karena takut lewat jalan yang harus uji nyali lagi, turunlah salah satu dari kami untuk nanya. Di pertigaan hanya ada mas-mas jualan--lupa saya cilok apa rujak manis--lagi ngaso di pos ronda, tapi masnya tidur. Kok kebetulan ada mas-mas lewat, naik motor matic. Coba diberhentikanz tapi masnya kayak ragu, untungnya tetep berhenti dan ngasih tahu arah menuju makam. Ternyata emang sesuai panduan Google. Makasih Mas Baik. Maaf kalau penampilan kami bikin ngeri. Hehehe.

Panduannya bener, tapi emang gangnya sempit. Waktu liat fotonya di Google Maps, saya kira lokasi makam ada di hutan gitu, agak di bukit kayak Kraton Gunung Kawi lah. Setelah sampai, ternyata lokasinya kayak makam Kyai Ageng Gribig Malang yaitu berada di tengah hunian penduduk. Kalau naik motor enak, parkir bisa masuk. Mobil agak susah, jadi kami nebeng di depan rumah warga yang berada tepat di depan makam. Terima kasih Ibu Baik Hati yang udah kasih tempat bagi kami parkir.


Setelah masuk gapura, di sebelah kanan ada toilet dan tempar wudu. Saya kurang paham apakah bapak-bapak yang berada di semacam pos sebelah toilet apakah juru kunci atau bukan. Karena saat kami menyapa untuk minta izin, bapaknya sibuk telepon. Jadi kami langsung ambil wudu dan menuju makam. Toiletnya bersih, air pun mengalir dengan lancar dan deras.


Area makam tidak terlalu luas. Memang ada beberapa pohon besar seperti foto di Google Maps yang membuat saya salah paham, mengira lokasinya di hutan. Cat bangunan di area makam didominasi warna hijau yang sejuk dan adem dipandang mata. Makam Syeh Jalaluddin Lowo Ijo berada di tengah-tengah. Di sebelah makam Syeh Jalaluddin Lowo Ijo, ada makam Mbah Nyai Sya'diyah yang tak lain adalah istri dari Syeh Jalaluddin Lowo Ijo.




Siapa Syeh Jalaluddin Lowo Ijo?

Makam Syeh Jalaluddin Lowo Ijo atau Mbah Lowo Ijo adalah cucu menantu dari Sunan Ampel. Mbah Lowo Ijo menikah dengan Sa'diyyah, salah satu cucu Sunan Ampel. Mbah Lowo Ijo juga dikenal dengan nama Abdul Qodir, Kiai Sayyidin, Mbah Jalaludin, dan Syeh Jalaluddin Lowo Ijo. Lowo Ijo berasal dari bahasa Jawa yang berarti Kelelawar Hijau. Hmm, unik ya!

Julukan Lowo Ijo diberikan kepada Syeh Jalaluddin karena dahulu, beliau sering bersembunyi di antara dedaunan hijau di atas pohon dengan posisi menggelantung seperti kelelawar. Jadi beliau berkamuflase di antara hijaunya dedaunan untuk mengelabuhi penjajah. Selain itu, disebutkan pula Syeh Jalaluddin mempunyai kebiasaan salat di atas daun pohon pisang.


Syeh Jalaluddin adalah orang pertama yang menyebarkan agama islam di Bangil. Disebutkan sebelumnya Syeh Jalaluddin berguru pada Sunan Bonang. Lalu bersama adiknya yang bernama Sayyidono, Syeh Jalaluddin menyebarkan agama islam di Bangil. Diceritakan perjalanan dari Tuban menuju Bangil dilakukan dengan menaiki kayu jati besar, mengapung di lautan hingga sampai di sungai Kedung Larangan Bangil. Disebutkan kayu jati yang menjadi kendaraan Syeh Jalaluddin digunakan sebagai penyangga dalam pembangunan Pondok Pesantren Canga'an Bangil.

Kalau shi-gUi mengunjungi kota Bangil dan kebetulan suka wisata religi ziarah makam wali Allah, silahkan berkunjung ke makam Syeh Jalaluddin Lowo Ijo yang berada di Diwet, Pogar, Kecamatan Bangil, Pasuruan, Jawa Timur.

Wisata kok makam! Tujuannya apa? Hmm, monggo dibaca tentang tujuan ziarah makam. Semoga bermanfaat.


Oh iya, ada pengalaman yang sempat membuat saya kalang kabut usai mengunjungi makam Syeh Jalaluddin. Di tengah perjalanan, tiba-tiba saya migrain. Kepala sebelah kiri sakit nggak karuan sampai ke leher belakang. Awalnya nggak begitu saya rasakan, berusaha saya abaikan. Tapi semakin lama semakin menjadi. Karena nggak tahan, saya menghubungi Tunjung. Karena walau udah diabaikan, feeling tuh dah ngerasa, I'm not OK! Tunjung minta saya minum air doa yang dikasih Nyai. Emang selalu bawa air doa ini, buat jaga-jaga, mau ada 'gangguan' atau nggak, tetep bisa diminum. Merapal doa udah, minum air doa juga udah. Tapi migraine in my head nggak ilang-ilang, bahkan sampai kami tiba di Makam Mbah Ratu Ayu.

Sambil nungguin yang lain selesai salat, saya menghubungi Tunjung lagi. Nebeng di pojokan toko yang tutup. Saya udah nggak kuat dan minta tolong buat dinetralisir semisal ada 'sesuatu'. Saya udah minum obat juga, tapi kayak nggak mempan gitu. Migrainnya makin menjadi dan saya udah nyerah. Migrain emang menggangu sekali kok, sering bikin saya dan Tunjung tumbang.

Akhirnya dibantu netralisir dan saya disuruh minum air doa lagi. Saya masuk mabil duluan karena udah nggak tahan. Sebel juga karena jadwal berikutnya adalah wisata kuliner legend di kota Bangil. Kalau migrain, kan nggak bisa makan dengan santai dan menikmati. Terus berdoa pada Tuhan, minta kesembuhan, agar migrainnya dihilangkan dari kepala saya. Subhanallah, alhamdulillah, ndilalah kersane Gusti Allah, migrainnya hilang setelah mobil melaju sekitar lima menitan. Kalau dipikir secara logika, obatnya belum bereaksi, tapi migrainnya udah ilang. Amazing!

Dalam perjalanan, Tunjung menghubungi saya, bertanya apa saya udah baikan. Saya bilang udah, migrainnya udah ilang. Tunjung bertanya, apa waktu di makam saya mendekati pohon besar yang posisinya tepat di samping makam. Saya membantah! Saya tidak mendekati pohon, hanya menggeser posisi saat mengambil rekaman video--ini pun udah amit-amit, nuwun sewu, permisi--karena kakak sulung ngambil foto gerbang masuk makam. Kalau saya nggak geser, maka saya akan masuk frame. Tapi emang saya sempat merekam pohon besar tersebut dan tentu saja udah nuwun sewu, permisi minta izin mau ambil gambar. "Umak se, ada yang udah berpose nggak jadi diajak poto," kata Tunjung. Membuat saya melongo. Waktu itu emang hanya mengambil video, bukan foto. "Untung aja umak nggak ke pohon itu, ilang yapo umak?" imbuhnya. Heuheuheu. Serem banget!

Udah nuwun sewu, permisi kok masih dapat gangguan? Mm, saya juga penasaran dan mewawancarai Tunjung lebih detail, apakah lebih ke pergesekan energi aja dan lagi-lagi saya nggak kuat makanya saya sampai migrain atau karena ada yang ngikut. Kata Tunjung, ada yang nempel. Kenapa kok ngikut? Karena mereka tahu kalau saya pemilik tracak adem, jadi mereka suka aja, begitu jawab Tunjung. Suka aja, heuheuheu. Yang pasti jangan lupa tetap jaga sopan santun, tingkah laku, ucapan, kemanapun berkunjung insyaallah aman. Mohon maaf jika ada salah kata. Terima kasih. Semoga bermanfaat.

You Might Also Like

0 komentar

Total Pageviews