Wisata Religi - Ziarah Makam Kyai Ageng Gribig Malang

17:21

Wisata Religi - Ziarah Makam Kyai Ageng Gribig Malang



Alhamdulillah. Akhirnya bisa kembali sowan ke makam Kyai Ageng Gribig. Sebelum melanjutkan tulisan, di sini saya sedikit bingung atas penulisan Gribik. Di depan makam ditulis Gribik dengan menggunakan akhiran huruf K. Namun, kalau dicek di Google, pada semua hasil pencarian Gribig ditulis dengan akhiran huruf G. Jadi, menyesuaikan dari Google--karena bisa jadi itu yang baku--saya pun akhirnya menggunakan Gribig.

Pada tanggal 08 Agustus 2020 alhamdulillah bisa kembali sowan ke makam Kyai Ageng Gribig. Rencana yang sempat tertunda karena pandemi corona hingga diberlakukannya PSBB di kota Malang. Sebenarnya walau sudah dimulai dijalankan new normal per tanggal 01 Juni 2020 lalu, saya masih takut untuk keluar rumah. Namun, ada tugas yang menanti, yang tertunda cukup lama. Setelah menimbang-nimbang, bismillah, memantapkan hati untuk berangkat. Toh ke sana naik motor, insyaa Allah aman. Asal tetap menjalankan protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah.


Awalnya kami menentukan hari berangkat pada hari Jumat, tanggal 07 Agustus 2020. Sayangnya ada halangan mendadak jadi batal. Mundur jadi hari Sabtu. Alhamdulillah hari Sabtu tidak ada halangan dan bisa berangkat, perjalanan lancar.

Makam Kyai Ageng Gribig berada di dusun Gribig, Madyopuro, Malang. Lokasinya mudah dicari karena dekat dengan jalan raya utama. Masuk gang memang, tapi tidak terlalu jauh. Di dekat gapura ada papan petunjuknya, jadi mudah dicari. Ikuti aja jalan masuk di gang itu dan njujug dah di area makam yang sudah diakui sebagai salah satu cagar budaya di Malang.



Lalu, sebenarnya siapa Kyai Ageng Gribig itu?



Di Malang, Kyai Ageng Gribig dikenal sebagai "Sing Babad Alas Malang” yang dalam Bahasa Indonesia bisa diartikan yang membabat hutan Malang atau bisa diartikan sebagai orang pertama yang memulai pemukiman di Malang. Dari beberapa sumber yang saya baca, disebutkan nama asli dari Kyai Ageng Gribig adalah Ario Pamoetjoeng. Salah satu sumber menyebutkan beliau berasal dari Blora, walau tidak secara pasti. Dituliskan kemungkinan terbesar beliau pernah menetap lama di Blora sebelum akhirnya ditugaskan oleh Sunan Kalijaga untuk turut membantu menyebarkan agama islam di pulau Jawa.

Gelar Kyai Ageng Gribig disematkan kepada Ario Pamoetjoeng setelah beliau berhasil mengislamkan penduduk suatu daerah dengan cara meng-gribig atau bisa diartikan mengislamkan penduduk secara massal. Karena itu, beliau akhirnya lebih dikenal dengan nama Kyai Ageng Gribig. Daerah yang dulu penduduknya diislamkan secara massal dikenal sebagai Dusun Gribig.

Namun, dalam catatan lain disebutkan, Ki Ageng Gribig adalah adik kandung dari Sunan Giri yang gemar berkelana untuk menimba ilmu. Suatu hari Ki Ageng Gribig menemukan hutan lebat dan membabatnya, lalu menjadikannya sebagai pemukiman yang kini dikenal sebagai Malang.

Nama Malang diberikan oleh Kyai Ageng Gribig karena adanya Gunung Buring dan deretan pegunungan yang posisinya melintang.

Ada pula sumber yang menyebutkan bahwa makam yang berada di Malang bukanlah makam yang sebenarnya. Makam yang sebenarnya berada di Jawa Tengah. Sedang yang di Malang hanya petilasannya saja. Namun, hal tersebut pun tidak dipastikan. Artinya tidak ada yang menjamin apakah makam yang di Malang makam asli atau hanya petilasan dari Kyai Ageng Gribig.



Selain makam Kyai Ageng Gribig berserta sang istri, di komplek cagar budaya ini juga terdapat makam Bupati Malang I, II, III. Juga makam beberapa orang penting lainnya. Selain itu ada makam Nyai Kanigoro yang posisinya tidak jauh dari makam Kyai Ageng Gribig dan istri.

Sulit mencari sumber informasi tentang Nyai Kanigoro. Disebutkan beliau adalah putri dari Kyai Ageng Gribig. Beliau menikah dengan Sayyid Sulaiman yang tak lain adalah keturunan Sunan Gunung Jati.


Dalam perjalanan di hari Sabtu kemarin, saya banyak dibuat terkejut karena saking lamanya tidak pernah turun gunung main ke kota. Banyak sekali perubahan termasuk perubahan jalan raya. Semakin rapi dan bikin pangling. Sampai bingung nyariin SD di pertigaan Madyopuro pindah apa gimana. Kekeke.

Di tengah jalan baru kepikiran, makam udah dibuka untuk umum belum ya. Karena walau udah new normal, ada beberapa tempat yang masih belum beroperasi. Bismillah dah. Kalau misal belum dibuka ya balik lagi. Berarti belum rezeki buat sowan. Alhamdulillah ternyata sudah dibuka kembali. Suasana sepi. Pengunjung hanya saya dan Rama.

Setelah memarkirkan motor, saya menemui tiga bapak-bapak yang sedang jagongan di bale yang terbuat dari bambu. Meminta izin untuk berziarah. Salah satunya ternyata juru kunci makam. Kami pun diantar menuju makam. Pintu makam yang terkunci dibuka khusus untuk kami. Ya Allah, berasa jadi pengunjung VIP. Bisa masuk ke makam, deket di depan makam Kyai Ageng Gribig.

Pertama kali sowan sangat ramai peziarah. Bisa masuk tapi dari pintu sisi kanan dan duduk di depan makam Nyai, istri dari Kyai. Sowan kedua juga bisa masuk dari pintu sebelah barat, tapi berbagi dengan peziarah lainnya. Kunjungan ketiga kemarin benar-benar VIP. Makam dibuka seolah hanya untuk kami. Suasana begitu hening, tapi sama sekali tidak membuat merinding. Yang ada malah perasaan tenang. Eksklusif.

Rasanya senang sekali bisa sowan kembali ke makam Kyai Ageng Gribig. Oya, salah satu daya tarik dari cagar budaya Makam Kyai Ageng Gribig, selain makam itu sendiri adalah banyaknya pohon Nogosari (Nagasari) yang tumbuh di area ini. Banyak pohon Nogosari yang tumbuh di area cagar budaya. Bahkan, ada pohon Nogosari tertua lho! Katanya usianya udah ratusan tahun.



Bahkan ada yang bilang pohon Nogosari ini pohon langka yang tidak bisa tumbuh di sembarang tempat. Saya sendiri baru menjumpainya di Makam Kyai Ageng Gribik. Banyak peziarah yang datang untuk berburu bagian dari pohon Nogosari--salah satunya saya. Setiap kali sowan, saya menyempatkan diri untuk mencari biji buah dari pohon Nogosari yang sudah kering dan berjatuhan di tanah. Ada yang bilang biji dari pohon Nogosari bisa digunakan untuk pengobatan. Kalau saya lebih karena mengagumi bentuknya yang unik.

Pohon nogosari tertua


Pada sowan pertama, saya masih berjodoh dengan pohon Nogosari yang sedang berbunga lebat. Kemarin tidak ada bunga sama sekali. Bahkan saya hanya menemukan tiga biji saja. Itu pun atas bantuan Bapak Juru Kunci. Terima kasih, Bapak. Terima kasih juga saya sudah diberi izin mengambil tujuh benih pohon Nogosari yang tumbuh subur di pojok sebelah makam Nyai Kanigoro. Katanya, benih-benih ini sangat sulit untuk dibudidayakan. Bapak Juru Kunci juga menunjukkan benih yang coba beliau pindah ke polybag berakhir mengering. Bismillah. Semoga saya ada jodoh dan rezeki dengan benih-benih yang saya bawa. Aamiin.



Oya, kayu pohon Nogosari juga merupakan bahan dari tongkat milik presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno.

Bunga dari pohon Nogosari ini cantik sekali. Warnanya putih dengan bentuk kecil. Baunya juga sangat harum sekali. Ini ada foto lawas dari sowan pertama kali ke makam Kyai Ageng Gribig. Saat itu bijinya pun dapat banyak sekali.




Terima kasih, Tuhan, untuk kelancaran perjalanan kami di hari Sabtu kemarin.

Silahkan tonton video Wisata Religi - Ziarah Makam Kyai Ageng Gribig

Mohon maaf jika ada salah kata. Semoga bermanfaat. Terima kasih.

Tempurung kura-kura, 10 Agustus 2020.
- Kurayui -

You Might Also Like

0 komentar

Total Pageviews