[Review] Memory Of Glass by Akiyoshi Rikako - Tentang Ingatan Yang Rapuh Seperti Kaca, Cinta Yang Tulus, Dan Dendam.
17:43
Memory Of Glass by Akiyoshi Rikako - Tentang Ingatan Yang Rapuh Seperti Kaca, Cinta Yang Tulus, Dan Dendam.
Judul: Memory Of Glass
Penulis: Akiyoshi Rikako
Terbit: Cetakan pertama, November 2019
Penerbit: Penerbit Haru
Jumlah halaman: 360 hlm ; 19 cm
ISBN: 978-623-7351-21-4
Polisi bilang, aku melaporkan diriku sendiri.
Kata mereka, aku membunuh seorang pria.
Hanya saja... aku tidak ingat.
Aku tidak ingat pernah melapor, apalagi membunuh orang.
Memory Of Glass adalah buku kedelapan karya Akiyoshi Rikako sensei yang saya baca. Dan, BUKU INI SANGAT KEREN! Iya, saking kerennya sampai saya tulis dengan huruf kapital. Akiyoshi Rikako sensei is the best. Membuat saya jatuh hati dan tidak bisa berpaling.
Sebelum lanjut membahas tentang novel Memory Of Glass, saya ingin bercerita bagaimana proses mendapatkan buku ini. Penerbit Haru selalu memiliki cara unik dalam melakukan promosi atau penjualan buku. Terlebih buku yang mempunyai penggemar setia nan fanatik seperti karya Akiyoshi Rikako sensei ini.
Lagi-lagi ada program special offer yang digelar lewat Owl Book Store di Shopee. Ada paket-paket khusus yang ditawarkan. Hampir sama dengan pre-order, cuman cara Haru ini unik. Memberikan penawaran berupa paket dengan harga khusus yang tentunya tidak hanya berisi buku. Ada beberapa bonus. Paket yang paling mahal, selain bonusnya banyak, yang paling menggiurkan adalah novel yang dibubuhi tanda tangan sensei. SIAPA YANG NGGAK MUPENG COBA??
Sebelumnya saya pernah mengikuti program special offer seperti ini. Itu pula alasan dasar saya menginstal aplikasi Shopee. Sudah menyiapkan diri, apa daya keberuntungan tak berpihak pada saya sehingga tidak kebagian novel bertanda tangan penulisnya. Kalau tidak salah ingat, peperangan itu untuk memperbutkan seri keempat dari novel Hyouka.
Walau pernah gagal dalam peperangan memperebutkan buku bertanda tangan penulisnya, saya nggak mau begitu aja menyerah apalagi untuk novel sensei favorit saya. Mempersiapkan diri dari awal, menunggu waktu special offer dimulai. Kebetulan waktu itu saya sedang di rumah kakak sulung saya.
Kebetulan tepat di belakang rumah kakak saya ada sungai kecil. Di seberang sungai itu ada lapangan dan selanjutnya terbentang luas sawah. Dari sana anggunnya Gunung Putri Tidur bisa terlihat dengan jelas. Sambil menunggu waktu special offer dimulai, saya duduk di tepi sungai untuk menikmati senja sembari makan pangsit. Sambil makan sambil ngobrol, lalu mencuci peralatan makan di dapur. Magrib pun datang dan kami masuk ke ruang tengah. Di sanalah saya tiba-tiba ingat tentang special offer Memory Of Glass. Ketika cek Shopee, sudah habis!
Walau tahu bakalan sulit menang kalau terjun ke medan perang buat rebutin novel dengam tanda tangan sensei, tapi kelupaan dan tahu-tahu sudah habis itu lebih bikin nyesek. Rasanya pengen nangis, tapi malu. Akhirnya hanya bisa curhat di status Facebook. Hiks!
Pada akhirnya saya memilih paket kedua yang isinya novel dan gantungan kunci. Eh? Ini paket kedua apa ketiga ya? Ketiga kalau nggak salah. Pokoknya yang isinya buku sama gantungan kunci.
Gantungan kuncinya unik lho! Bagian dalamnya berupa cermin. Jadi fungsi lain dari gantungan kunci ini adalah cermin kecil yang bisa dibawa-bawa dan dipakek kapan saja. Unik!
Bisa intip videonya di sini
Udahan ya curcolnya, sekarang balik bahas novelnya lagi.
Di depanku, seluruhnya merah.
Merah segar.
Warna merah berhamburan di sana-sini, menyemir pandangan mataku dalam merah yang kelam.
Tercium bau karat besi yang membuatku mengernyitkan hidung.
Tanganku lengket.
Terdengar suara napas kasar.
Suara napas berat yang seperti hewan liar itu, terdengar sangat dekat. Bahkan, sepertinya berasal dari dalam diriku. Ah, benar. Itu napasku.
Merah segar.
Warna merah berhamburan di sana-sini, menyemir pandangan mataku dalam merah yang kelam.
Tercium bau karat besi yang membuatku mengernyitkan hidung.
Tanganku lengket.
Terdengar suara napas kasar.
Suara napas berat yang seperti hewan liar itu, terdengar sangat dekat. Bahkan, sepertinya berasal dari dalam diriku. Ah, benar. Itu napasku.
1, 1, 0.
Tidak apa-apa. Aku masih bisa menelpon.
[Ada apa?]
"Anu...."
[Apa terjadi tindak kriminal?]
"Anu, saya...."
[Apa Anda baik-baik saja? Dari mana Anda menelpon?]
"Saya, membunuh seseorang."
Tidak apa-apa. Aku masih bisa menelpon.
[Ada apa?]
"Anu...."
[Apa terjadi tindak kriminal?]
"Anu, saya...."
[Apa Anda baik-baik saja? Dari mana Anda menelpon?]
"Saya, membunuh seseorang."
Bagian awal dari bab satu sudah sangat membuat saya penasaran. Ini kenapa udah bunuh orang tapi malah lapor ke polisi? Pelakunya edan apa? Alih-alih melarikan diri agar tak tertangkap, eh ini malah melapor. Maunya apa sih?
Semakin dilanjut semakin dibuat penasaran. Bukan hanya itu, semakin dalam menjelajahi buku ini, perasaan saya semakin diaduk-aduk. Ketika membaca bagian Mayuko, saya turut merasa lelah. Seolah saya lah sosok Mayuko itu. Seolah turut merasakan bagaimana lelahnya terus menerus kehilangan ingatan dalam waktu yang sangat singkat. Juga merasa kesal karena keterbatasan ingatan yang dimiliki.
Memory Of Glass menceritakan tentang Kashihara Mayuko yang memiliki gangguan ingatan pasca kecelakaan yang dialaminya dua puluh tahun yang lalu. Mayuko hanya bisa mengingat tentang dirinya sebelum kecelakaan terjadi. Dirinya yang masih SMA dan masih tinggal bersama kedua orang tuanya. Padahal faktanya Mayuko sudah menikah dengan Kashihara Mitsuharu dan sudah berusia 41 tahun.
Mayuko melaporkan dirinya setelah melakukan pembunuhan pada Gouda Minikari. Gouda adalah seorang pembunuh massal yang membunuh kedua orang tua Mayuko dan yang membuat Mayuko mengalami kecelakaan. Mayuko menghindari serangan Gouda, tapi nahas dia malah tertabrak mobil. Kepalanya terbentur hebat dan membuatnya mengalami Gangguan Fungsi Eksekutif Otak pasca kecelakaan itu. Mengejutkan sekali seseorang dengan gangguan ingatan mampu melakukan sebuah pembunuhan berencana.
Eits! Jangan langsung menyimpulkan demikian ya! Pembaca karya-karya Akiyoshi Rikako sensei pasti udah tahu keahlian sensei satu ini apa. Yap! Bener banget! Plot twist yang selalu mengejutkan. Sebenarnya ketika mulai membaca buku ini saya sudah membulatkan tekad untuk tidak menduga-duga. Saya ikutin aja ceritanya. Tapiii apa daya. Tulisan sensei tidak hanya mengaduk emosi saya karena penjabaran tentang susahnya merawat orang dengan gangguan ingatan, tapi juga menggiring otak saya untuk menduga-duga. Pada akhirnya saya hanya bisa dibuat tercengang. Sensei, daebak!
Lagi-lagi tokoh utama cerita seorang perempuan. Kayaknya ini ciri khas sensei juga. Kecuali The Dead Returns yang tokoh utamanya laki-laki. Uniknya di novel ini sensei membuat tokoh dengan gangguan mental. Keren!
Sudut pandang menggunakan dua sudut pandang. Pertama diceritakan dari sudut pandang Mayuko. Kalau baca bagian ini tuh ya capek juga kesel. Berasa linglung kayak saya tuh si Mayuko.
Sudut pandang berikutnya menggunakan sudut pandang orang ketiga yang menceritakan pembahasan kasus dari obrolan duo detektif Kiritani Yuka dan Nomura Junji. Sepasang detektif senior dan junior yang ditugaskan untuk menangani kasus Mayuko.
Yuka digambarkan sebagai sosok wanita mandiri yang sukses dalam karir. Namun, ia masih single walau cantik dan sukses. Sedang Nomura adalah sosok detektif muda yang tampan dan ramah. Berkebalikan dari Yuka yang tegas. Saya sempat ngarep ada love story antara senior dan junior itu. Tapi, ternyata Nomura udah nikah dan udah punya anak. Hiks! Padahal saya ngefans sama Nomura.
Selain plot twist yang mengejutkan, Akiyoshi Rikako sensei selalu menyelipkan romansa dalam setiap karyanya. Tapi ya gitu, always manis-manis nyesek. Terlebih pada novel ini. Bikin nyesek di bagian-bagian akhir.
Karena saya penggemar Akiyoshi Rikako sensei, saya merasa tidak menemukan sesuatu hal yang tidak menyenangkan dalam novel ini walau ada typo. Sepertinya memang typo kalau dibaca dari kalimatnya.
Kalau penasaran, buruan beli dan baca sendiri. Dijamin nggak nyesel!
Novel ini lebih dari tentang ingatan yang rapuh seperti kaca, cinta yang tulus, dan dendam. Ada cinta mati dan cinta buta, juga luka. Kehilangan dan rasa hampa yang menyiksa.
Sekian ulasan dari saya. Mohon maaf jika ada salah kata. Semoga bermanfaat dan selamat membaca.
Tempurung kura-kura, 20 Desember 2019.
- kurayui -
2 komentar
Kasih rating, Kak.
ReplyDeleteSaya kadang bingung Kak mau kasih rating itu 🥺
Delete